Mantan Ketua PN Jakpus Ungkap Tawaran Rp 16 M dari Pengusaha Terkait Kasus Migor

5 days ago 8

JAKARTA - Pengakuan mengejutkan datang dari mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rudi Suparmono. Ia mengaku pernah ditawari fulus tak tanggung-tanggung, senilai USD 1 juta atau setara Rp 16, 3 miliar, oleh seorang bernama Agusrin Maryono Najamuddin. Tawaran menggiurkan ini diduga terkait upaya 'bantuan' dalam sebuah perkara minyak goreng (migor).

Pengakuan ini mengemuka saat Rudi dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan suap vonis lepas perkara minyak goreng di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/9/2025). Terdakwa dalam kasus ini adalah Muhammad Arif Nuryanta, Wahyu Gunawan, serta para hakim Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.

Awal mula perkenalan Rudi dengan Agusrin pun terbilang tak terduga. "Nama lengkapnya juga saya nggak tahu Yang Mulia, yang saya kenali beliau ketika bertemu lebaran di rumah Pak Ketua Mahkamah Agung. Itu saja, " ungkap Rudi saat ditanya oleh hakim ad hoc Tipikor PN Jakarta Pusat, Andi Saputra.

Ketika ditanya lebih lanjut mengenai profil Agusrin, Rudi mengaku tidak mengetahuinya. "Ndak, saya minta maaf saya nggak kenali beliau sebagai apa, " jawab Rudi.

Hakim kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rudi, yang memuat keterangan soal tawaran uang dari Agusrin yang disebut siap diambil. "Selanjutnya di BAP disebutkan bahwa 'saya tidak pernah menerima tawaran dari Agusrin Maryono Najamuddin meskipun uang tersebut menurut Agusrin siap untuk diambil'. Benar ada statement itu?" tanya hakim.

"Betul, itu statement beliau, " konfirmasi Rudi. Ia pun memperjelas, "Dari beliau, iya."

Jaksa penuntut umum (JPU) mendalami lebih jauh bagaimana Agusrin bisa menemui Rudi untuk menawarkan uang dan meminta bantuan terkait perkara migor. Menurut Rudi, Agusrin menemuinya pada April 2024, tak lama setelah ia dilantik sebagai Ketua PN Jakarta Pusat.

"Saya kembali juga ke BAP saya, beliau sejatinya saya kenali baru saja ketika saat itu ada lebaran di rumah pimpinan dan kita kenalan. Nah kemudian ketika saya jabat itu awal, beliau mengenalkan diri, datang ke ruangan. Dan beberapa waktu kemudian datang lagi ke ruangan, saya tanggal persisnya, mohon maaf saya lupa, tapi awal beliau datang itu memang untuk mengasihkan ucapan selamat, memberi ucapan selamat ke saya, " jelas Rudi.

Kemudian, pada pertemuan berikutnya, Agusrin mulai mengutarakan maksudnya. "Nah setelah itu beberapa kesempatan kemudian masih kesempatan kedua atau ketiga beliau datang. Beliau menyampaikan soal adanya perkara yang sedang ditangani, CPO, " imbuh Rudi.

Ketika ditanya lebih spesifik mengenai perkara CPO yang dimaksud, Rudi menjawab, "Ndak langsung fokus ke korporasi atau apa, tapi dia bilang berkaitan dengan CPO."

Rudi mengklaim bahwa Agusrin meminta bantuan terkait perkara minyak goreng tersebut, namun tidak menjelaskan secara rinci bantuan apa yang diharapkan. "Sepemahaman saudara kata atau makna mohon dibantu itu seperti apa?" tanya jaksa.

"Saat itu saya nggak nanya secara langsung keinginannya apa, karena memang beliau juga nggak lama di ruangan, hanya itu saja. Dan kemudian saya tidak mencermati itu sebagai sesuatu yang kemudian harus A, harus B, harus C. Saya hanya tahu itu mohon dibantu saja, " jawab Rudi.

Lalu, pada pertemuan berikutnya, Agusrin kembali menemui Rudi dan melancarkan tawarannya. "Saat itu beliau menawarkan ke saya uang 1 juta dolar (USD), " ungkap Rudi.

"Apa permintaannya pak?" tanya jaksa.

"Bantuan tadi, " jawab Rudi singkat.

Jaksa terus menggali permintaan bantuan yang diinginkan Agusrin dengan iming-iming USD 1 juta tersebut. Namun, Rudi mengaku tidak memberikan komentar apapun saat itu. "Konteks dibantunya apa? Diputus bebas misalkan?" tanya jaksa.

"Ndak ada sama sekali, nggak bicara soal itu, " jawab Rudi.

"Jadi kalau dibantu itu 1 juta USD pemahaman saudara masak tidak bertanya pak?" timpal jaksa.

"Saat itu saya tidak kejar untuk bertanya, saya hanya mendengar saja apa yang disampaikan, " balas Rudi.

"1 juta USD kan cukup besar pak, " ujar jaksa.

"Betul, cukup besar, dan saat itu saya tidak komentar apa pun, " tegas Rudi.

Sebagai informasi, perkara minyak goreng ini melibatkan majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas terhadap terdakwa korporasi migor, yakni hakim ketua Djuyamto, serta anggota hakim Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa ketiganya menerima suap dan gratifikasi terkait vonis tersebut, dengan dugaan total suap mencapai Rp 40 miliar. Uang suap ini diduga diberikan oleh Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei, selaku pengacara para terdakwa korporasi migor.

Uang suap Rp 40 miliar tersebut diduga dibagi di antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Ketua PN Jakarta Selatan yang juga eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan. Sementara itu, Rudi Suparmono sendiri pernah menjadi terdakwa dalam kasus suap terkait vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya, di mana ia saat itu menjabat sebagai Ketua PN Surabaya. Ia telah divonis 7 tahun penjara dalam kasus tersebut. (Wajah Koruptor)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |