Politik di Era Feed dan Story: Gaya Baru Cari Hati Rakyat

1 week ago 8

Sekarang ini, udah bukan zamannya lagi politik cuma lewat baliho gede di pinggir jalan atau kampanye keliling pakai mobil pick-up. Zaman udah berubah, Bung! Sekarang eranya social media political marketing. Semua pejabat publik, terutama kepala daerah, berlomba-lomba nunjukin kinerjanya—bukan cuma di lapangan, tapi juga di layar ponsel kita semua. Iya, yang tiap hari kita scroll sambil ngopi itu.

Ada yang nunjukin gebrakan kerjanya, kayak menggusur area kumuh terus langsung kasih solusi relokasi yang manusiawi. Ada juga yang sengaja tampil mesra bareng istri—lagi dibedakin sebelum acara resmi, atau disuapin sarapan pagi. Yang lain lebih suka upload momen-momen serius kayak lagi rapat bareng anak buah, biar kelihatan kerja keras dan fokus.

Tujuannya ya cuma satu, biar masyarakat ngeliat, ngerasa deket, dan simpati. Semua itu bagian dari strategi politik—gimana caranya bikin citra positif dan nempel di hati rakyat. Dan jujur aja, ini sah-sah aja. Emang udah zamannya begitu. Platform-nya beda, tapi tujuannya masih sama, dapet dukungan.

Nah, buat kita sebagai masyarakat, ya harus pinter-pinter nyaring. Jangan gampang terbawa suasana gara-gara caption manis atau backsound TikTok yang menyentuh. Lihat juga substansinya. Kadang yang kelihatan “wah” belum tentu sepadan sama dampak nyatanya.

saya pribadi ngelihat beberapa kepala daerah ada yang super terbuka. Semua aktivitas diposting, dari kegiatan resmi sampai yang pribadi di rumah dinas. Ada juga yang milih cuma share yang berkaitan sama tugas dan kerja bareng masyarakat atau aparatur lainnya. Dua-duanya nggak ada yang salah, sih. Justru dari situ kita bisa liat gaya mereka dalam berinteraksi, gimana mereka membangun komunikasi dengan rakyatnya.

Tapi ya, tetap aja ada catatannya. Kepala daerah atau siapapun yang mau main di ranah media sosial mesti punya tim yang bener-bener ngerti cara komunikasi digital yang efektif. Nggak asal posting. Pilih konten yang layak, yang bisa memancing respon positif, bukan malah blunder yang ngundang kritikan netizen. Karena tahu sendiri kan, netizen itu nggak ada ampun kalau udah nyerang?

Jadi, social media bisa jadi senjata yang ampuh, tapi juga bisa jadi bumerang kalau nggak hati-hati. Gaya boleh beda, tapi pesan harus tetap kuat: kerja nyata, bukan sekadar gaya.

Jakarta, 11 April 2025
Hidayat Kampai
Pengamat Kebijakan Publik

Read Entire Article
Karya | Politics | | |