SEMARANG - Sebuah kabar mengejutkan datang dari Semarang, di mana PT THRS diduga kuat melakukan praktik penambangan ilegal dengan kedok pembangunan sebuah taman hiburan. Aktivitas ini terindikasi melampaui batas perizinan yang seharusnya, menimbulkan kekhawatiran serius terhadap lingkungan dan hukum.
Di kawasan proyek Taman Hiburan Rakyat (THR) Semangka, tepatnya di wilayah RW 13, Kelurahan Tambak Aji, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, aktivitas pengeprasan bukit dan pengerukan tanah oleh PT THRS dilaporkan terjadi di luar area yang tercantum dalam dokumen perizinan. Hal ini secara otomatis mengarah pada dugaan kuat praktik galian C tanpa izin yang sah.
Jika merujuk pada dokumen perizinan yang dimiliki PT THRS, izin yang diberikan hanya sebatas pemerataan lahan (leveling) seluas ±20.000 meter persegi di sisi barat sungai. Kegiatan ini pun semata-mata diperuntukkan untuk mengatasi kelebihan tanah di bawah jaringan SUTET, sesuai arahan teknis dari PLN yang telah dikonsultasikan dengan ESDM Provinsi Jawa Tengah dan DLH Kota Semarang. Namun, kenyataan di lapangan justru menunjukkan gambaran yang berbeda dan mengkhawatirkan.
Tim investigasi menemukan adanya aktivitas pengeprasan bukit yang masif di sisi timur sungai. Wilayah ini sama sekali tidak tercantum dalam izin usaha maupun KRK (Ketetapan Rencana Kota) PT THRS. Alat berat terlihat bekerja keras memotong kontur bukit, dan tanah hasil pengerukan tersebut kuat diduga diperjualbelikan ke luar area proyek, sebuah praktik yang tentu saja menimbulkan pertanyaan besar.
Kekhawatiran ini diperkuat oleh pernyataan resmi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang. “Lokasi tanah milik PT THRS sesuai KRK berada di sebelah barat sungai. Jika benar ada aktivitas pengeprasan di timur sungai, itu jelas di luar izin, ” tegas Glory Nasarani, Kepala Bidang Penataan Lingkungan Hidup DLH Kota Semarang, pada Jum'at (12/12/2025).
DLH Kota Semarang sendiri memastikan bahwa Bidang Pengawasan mereka telah segera turun ke lokasi untuk melakukan verifikasi mendalam terkait jenis pelanggaran yang terjadi dan merumuskan langkah-langkah penindakan yang tegas.
Sementara itu, dari pihak ESDM Provinsi Jawa Tengah Cabang Demak–Semarang, Agus Aziz, menyatakan komitmennya untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. “Kami akan melakukan kegiatan pembinaan dan pengawasan. Saat ini jadwalnya sedang kami susun, ” ujar Agus Aziz kepada awak media pada Senin (15/12/2025).
Menyinggung soal kemungkinan pencabutan izin, Agus Aziz menjelaskan bahwa terdapat mekanisme dan tahapan yang harus dilalui sesuai dengan regulasi masing-masing sektor, dan tindakan tersebut tidak bisa dilakukan secara sepihak.
“Pencabutan izin ada mekanismenya, sesuai ketentuan regulasi masing-masing sektor. Perizinan di lokasi tersebut berkaitan dengan rencana pembangunan THR Semangka, yang izinnya diterbitkan oleh DPMPTSP Kota Semarang dan juga DPMPTSP Provinsi Jawa Tengah. Dinas teknis tidak menerbitkan izin, ” jelasnya.
Meski demikian, ESDM menegaskan bahwa apabila terbukti terjadi aktivitas penambangan di luar titik izin yang telah ditetapkan, maka penanganan akan sepenuhnya mengikuti ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing sektor.
Secara hukum, aktivitas yang dilakukan PT THRS ini tidak lagi dapat dikategorikan sebagai sekadar pemerataan lahan. Dengan adanya pemotongan bukit di luar area izin, hasil pengerukan yang diduga diperjualbelikan, dan kegiatan penambangan yang tidak tercantum dalam izin usaha taman hiburan, maka aktivitas ini jelas memenuhi unsur penambangan galian C.
Kegiatan semacam ini mutlak memerlukan izin penambangan galian C tersendiri dan tidak dapat dilegalkan hanya dengan mengandalkan izin usaha hiburan rakyat atau izin penjualan tanah. Jika temuan lapangan ini terbukti kebenarannya, maka aktivitas PT THRS berpotensi besar sebagai penambangan ilegal. Dampaknya tidak hanya melanggar aturan lingkungan hidup, tetapi juga berpotensi masuk ke ranah pidana pertambangan.
Kasus ini kini menjadi ujian nyata bagi pemerintah daerah dan provinsi dalam menegakkan ketegasan terhadap praktik tambang ilegal yang berkedok izin lain. Masyakarat luas tentu saja menanti langkah-langkah konkret dan tindakan tegas, bukan sekadar teguran administratif, mengingat potensi kerusakan lingkungan dan ancaman keselamatan yang mungkin timbul di kawasan sekitar. (Aktivis)










































