PT WIKA.! Proyek Irigasi Cangking Diduga Bermasalah, Tulangan Pendek Terbongkar, Publik Desak Audit Konstruksi

3 days ago 3

INDONESIASATU.CO.ID – Pengerjaan teknis pembesian pada proyek saluran air kembali mendapat sorotan tajam. Di titik pekerjaan cangking Desa Gedang, Kecamatan Sungai Penuh, Kota Sungai Penuh, ditemukan pemasangan besi hermes yang dipotong hanya 50 cm hingga 1 meter sebagai tulangan dinding saluran. Temuan ini muncul pada Rabu (10/12/2025) dan memantik pertanyaan besar terkait kepatuhan teknis dalam pelaksanaan konstruksi.
PT Wijaya Karya (WIKA) disebut sebagai pelaksana proyek di bawah pengawasan Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VI Jambi.

Kondisi lapangan menunjukkan fakta yang dinilai tidak selaras dengan prinsip dasar konstruksi. Pembesian dinding seharusnya dipasang utuh sepanjang dimensi struktur dan diikat rapat sebagai pengunci kekuatan, agar mampu menahan tekanan air, arus deras, dan guncangan. Namun temuan justru memperlihatkan pola pembesian terputus-putus, sehingga dinding cor diprediksi memiliki titik patah yang bisa memicu keretakan hingga keruntuhan ketika mendapat beban dorong.

Praktisi teknik menilai, pemasangan pembesian hanya sepanjang 50 cm hingga 1 meter menghilangkan fungsi utama tulangan, karena besi tidak menyatu membentuk penopang kontinu. Apalagi wilayah Sungai Penuh–Kerinci merupakan zona aktif gempa, sehingga struktur tanpa tulangan penuh sangat berpotensi mengalami kerusakan dini.

Dugaan semakin menguat bahwa potongan besi hermes tersebut merupakan sisa material, bukan tulangan sesuai penghitungan teknis. Pada pengerjaan tahap sebelumnya di Kabupaten Kerinci, juga ditemukan penggunaan besi diameter 8 mm, yang jelas tidak memenuhi standar pembesian untuk konstruksi saluran utama. Padahal untuk skala pengerjaan sungai, standar minimal pembesian berada pada rentang 9, 5 mm hingga 10 mm.

Jika pola pembesian terputus-putus itu memang tercantum dalam RAB, publik menilai kualitas perencana patut dipertanyakan. Sebaliknya, jika tidak sesuai RAB, dugaan pelanggaran teknis dan upaya efisiensi material secara tidak wajar layak diperiksa lebih jauh.

Temuan ini sekaligus menambah daftar panjang kritik terhadap pelaksanaan normalisasi sungai yang sebelumnya juga disorot soal sedimentasi yang masih menumpuk, metode pengerukan yang dipertanyakan, hingga ketiadaan papan informasi proyek yang memadai.

Aktivis Kerinci, Syafri, menilai metode pembesian tersebut bukan sekadar kelemahan teknis, melainkan tanda bahwa mutu pekerjaan mulai diragukan.
"Ini bukan sekadar salah potong besi, ini indikasi salah logika konstruksi. Bagaimana dinding bisa kuat kalau tulangannya disambung pendek seperti puzzle? Uang negara yang dipakai, bukan uang percobaan proyek. Kalau pembesian saja sudah seperti ini, masyarakat wajar curiga ada yang ditutup-tutupi, kami minta diaudit menyeluruh, " tegasnya.

Warga Sungai Penuh, Peri, juga menyuarakan kekecewaannya atas kualitas pengerjaan.
"Kami tidak anti pembangunan, tapi jangan buat konstruksi yang rapuh sejak awal. Besi pendek-pendek begitu apa bisa menahan arus? Jangan sampai baru beberapa bulan sudah retak dan jebol. Kami sebagai masyarakat jadi yang pertama kena dampaknya, " ungkapnya.

Hingga berita ini diterbitkan, PT WIKA yqng disebut sebagai endors maupun BWSS VI Jambi belum memberikan keterangan resmi terkait temuan teknis pembesian di titik cangking Desa Gedang tersebut.(tim)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |