JAKARTA - Tim Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta akhirnya membekuk seorang tersangka berinisial RAS yang diduga terlibat dalam kasus korupsi klaim fiktif Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah DKI Jakarta. Skandal ini, yang diduga berlangsung selama satu dekade, mulai dari tahun anggaran 2014 hingga 2024, diperkirakan merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah.
"RAS telah ditetapkan sebagai tersangka pada 18 Desember 2025 dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi klaim fiktif jaminan anggaran 2014-2024, " ujar Asisten Intelijen Kejati DKI Jakarta, Hutamrin, di Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Proses penangkapan ini merupakan puncak dari serangkaian penyidikan yang telah dilakukan tim penyidik Kejati DKI Jakarta berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Nomor : Print-346/M.1/Fd.1/10/2025 tertanggal 27 Oktober 2025. Awalnya, RAS dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Namun, setelah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan, tim penyidik mengambil langkah tegas. Pada Kamis (18/12) dini hari, sekitar pukul 04.00 WIB, RAS akhirnya diamankan di kediamannya di Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat. Penangkapan ini dilakukan setelah penyidik menemukan minimal dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan RAS sebagai tersangka.
Modus operandi RAS sungguh licik. Ia diduga memanipulasi data karyawan dari berbagai perusahaan dengan iming-iming membantu pencairan BPJS Ketenagakerjaan. "Ia meminjam KTP, Kartu BPJS Ketenagakerjaan, dan nomor rekening peserta BPJS pada beberapa perusahaan, " ungkap Hutamrin. Lebih parah lagi, ia menjanjikan para karyawan tersebut akan menerima uang senilai Rp1 juta hingga Rp2 juta sebagai imbalan.
Tak berhenti di situ, RAS juga diduga memalsukan berbagai dokumen penting yang diperlukan untuk pengajuan klaim JKK. Dokumen-dokumen tersebut meliputi Surat Keterangan Kepolisian, surat keterangan dari perusahaan, surat keterangan dari rumah sakit, hingga formulir pengajuan JKK tahap pertama dan kedua. Diduga kuat, dalam menjalankan aksinya, RAS tidak sendirian, melainkan bekerja sama dengan oknum karyawan di dalam BPJS Ketenagakerjaan.
Atas perbuatannya, RAS disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia juga dijerat Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Perhitungan sementara menunjukkan kerugian keuangan negara akibat kasus ini mencapai angka fantastis, yaitu sekitar Rp21, 73 miliar.
Menindaklanjuti penetapan tersangka, Kejati DKI Jakarta telah melakukan penahanan terhadap RAS selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu, terhitung sejak Kamis (18/12/2025), berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT - 31/M.1/Fd.1/12/2025. (PERS)









































