Suara Damai dari Tanah Papua: Para Tetua Adat Serukan OPM Kembali ke Pelukan Ibu Pertiwi

5 hours ago 2

PAPUA - Di balik sunyi pegunungan dan rimbunnya hutan Papua, suara yang paling lantang justru datang dari mereka yang hidup dalam ketenangan: para kepala suku dan tokoh adat. Bukan seruan perang, melainkan panggilan damai. Seruan penuh cinta dari tanah leluhur, ditujukan kepada anak-anaknya yang tersesat dalam arus perjuangan bersenjata. Rabu 16 April 2025.

Dalam serangkaian forum adat yang digelar di Papua Pegunungan, Papua Tengah, hingga Papua Barat Daya, para pemimpin adat menyampaikan ajakan tulus kepada anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk menghentikan konflik dan kembali bergandeng tangan membangun masa depan bersama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Salah satu kepala suku di Pegunungan Bintang menyampaikan pesannya dengan suara yang penuh ketegasan dan kasih sayang:  

"Kami tahu kalian lelah. Perjuangan ini tak lagi membawa terang. Pulanglah... rumah ini masih milikmu. Darah sudah cukup tumpah. Mari kita jahit kembali luka-luka ini dengan damai dan kebersamaan."

Seruan itu tak berdiri sendiri. Dari Intan Jaya hingga Maybrat, tokoh-tokoh masyarakat mengangkat suara serupa. Mereka menyuarakan realita: bahwa rakyatlah yang paling menderita ketika konflik terus menyala. Anak-anak kehilangan sekolah, ibu-ibu kehilangan harapan, dan kampung-kampung kehilangan masa depan.

"Kami tidak butuh senjata, kami butuh harapan. Kami ingin anak-anak kami belajar, kami ingin rumah sakit buka, kami ingin jalan dibangun. Semua itu butuh damai, " ucap seorang tokoh perempuan dari Distrik Aifat Selatan, matanya berkaca-kaca.

Ajakan ini bukan sekadar himbauan, melainkan undangan penuh cinta untuk kembali ke akar budaya Papua yang damai dan penuh persaudaraan. Para pemimpin adat kini berdiri di garis depan, bukan dengan bambu runcing, tetapi dengan hati yang terbuka dan tangan yang terulur.

Dunia mungkin tak mendengar denting suara mereka seperti mendengar dentuman senjata, tetapi dari tanah Papua, gema kedamaian ini mulai mengguncang kesadaran bahwa masa depan hanya bisa ditulis bersama, bukan dalam perlawanan, tapi dalam persatuan. (APK/Red1922)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |