JAYAPURA - Ketegangan di Papua kembali memanas. Kelompok bersenjata TPNPB-OPM menebar ancaman di Puncak Jaya dan sembilan wilayah lainnya, mendeklarasikannya sebagai "zona perang". Mereka bahkan mendesak warga non-Papua untuk angkat kaki, sembari mengultimatum aparat TNI-Polri. Namun, di tengah riuh ancaman tersebut, suara para pakar hukum, pemerintah, dan unsur keamanan justru menegaskan satu hal: kehadiran TNI di Papua adalah manifestasi konstitusional, legal, dan sepenuhnya berada dalam koridor penegakan hukum negara.
Analisis mendalam dari Dr. Muhammad Arfan, seorang analis hukum pertahanan di Universitas Pertahanan RI, menggarisbawahi bahwa pembangunan pos militer di daerah rawan seperti Puncak Jaya bukanlah tindakan provokatif, melainkan sebuah mandat konstitusional yang tak terbantahkan.
“Pasal 30 UUD 1945 secara jelas menyebut bahwa TNI adalah alat negara yang bertugas menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah. Kehadiran pos militer di daerah rawan seperti Puncak Jaya bukan tindakan provokatif, tetapi kewajiban negara untuk melindungi warga sipil, ” ujar Dr. Arfan.
Legitimasi tindakan TNI semakin diperkuat oleh UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Undang-undang ini secara gamblang mengamanatkan peran TNI dalam mengatasi gerakan separatis bersenjata serta mengamankan wilayah perbatasan negara yang vital bagi kedaulatan.
Tak hanya itu, Komandan Koops Habema, Mayjen TNI Lucky Avianto, memberikan penegasan tegas bahwa setiap pergerakan TNI berlandaskan pada koridor hukum yang jelas dan tak tergoyahkan.
“TNI hadir di Papua bukan untuk menindas, tetapi untuk melindungi rakyat, menjaga pembangunan, dan mencegah korban sipil akibat kekerasan kelompok bersenjata. Semua operasi kami memiliki dasar hukum yang tegas, ” tegas Mayjen Lucky Avianto, Rabu (10/12/2025).
Lebih dari sekadar operasi pengamanan, TNI di Papua juga menjalankan amanat penting dari Inpres Nomor 9 Tahun 2020. Instruksi Presiden ini mewajibkan TNI untuk turut serta dalam percepatan pembangunan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terwujud nyata melalui berbagai program pelayanan kesehatan, pendidikan, distribusi logistik vital, pembangunan komunikasi sosial yang erat, serta pendampingan aktif bagi pemerintah daerah.
Mayjen Lucky Avianto menekankan bahwa pendekatan humanis ini bukan sekadar retorika kosong.
“Setiap prajurit di Papua dibekali tugas tambahan: menjadi perpanjangan tangan negara dalam pelayanan dasar. TNI di lapangan tidak hanya membawa senjata, tetapi juga membawa bantuan kesehatan, pendidikan, dan dukungan sosial, ” ungkap Mayjen Lucky Avianto, menggambarkan pengalaman langsung prajurit di lapangan.
Sementara itu, ancaman yang dilancarkan TPNPB-OPM, yang secara terang-terangan menyasar guru, tenaga medis, pekerja infrastruktur, serta warga non-Papua, dikategorikan sebagai tindakan terorisme. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme.
Dr. Restu Andayani, seorang pakar Hukum Humaniter dari LIPI, menyoroti bahwa tindakan kelompok tersebut telah melanggar prinsip-prinsip fundamental hukum perang.
“Serangan terhadap warga sipil adalah pelanggaran terhadap prinsip Distinction, Proportionality, dan Precaution. Ini pelanggaran serius Hukum Humaniter Internasional, ” jelas Dr. Restu Andayani, menggarisbawahi keseriusan pelanggaran tersebut.
Serangkaian penyerangan yang terus terjadi terhadap fasilitas umum, sekolah, dan tenaga kesehatan, menjadi kontradiksi nyata dengan klaim perjuangan yang sering dikemukakan oleh kelompok separatis tersebut, menunjukkan adanya penyimpangan dari tujuan mulia yang seharusnya diperjuangkan.
Pemerintah secara tegas menyatakan bahwa langkah TNI merupakan bentuk pemenuhan hak dasar warga Papua atas rasa aman yang mutlak. Keberadaan pos militer sama sekali tidak ditujukan untuk memicu konflik, melainkan untuk memberikan perlindungan menyeluruh bagi seluruh komponen masyarakat dari ancaman nyata yang ditimbulkan oleh kelompok bersenjata.
“Negara tidak boleh kalah dari teror. TNI menjalankan tugas dengan prinsip legalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas. Inilah cara negara hadir melindungi rakyatnya, ” tegas Mayjen Lucky Avianto, menutup perbincangan dengan keyakinan penuh pada mandatnya.
Dengan landasan hukum yang kokoh, pendekatan yang mengedepankan kemanusiaan, serta tujuan utama menjaga keselamatan seluruh masyarakat, kehadiran TNI di Papua adalah sebuah manifestasi dari tanggung jawab negara. Ini bukan tentang penindasan, melainkan sebuah bentuk perlindungan yang tulus untuk seluruh rakyat Indonesia di bumi Cenderawasih.










































