Belajar dari Jepang: Koperasi Bukan Sekadar Warung, Tapi Pilar Ekonomi Bangsa

2 months ago 32

PANGKEP SULSEL - Ketika mendengar kata “koperasi” di Indonesia, banyak yang langsung membayangkan warung kecil atau tempat simpan pinjam sederhana. Padahal, di negara seperti Jepang, koperasi sudah menjadi fondasi penting dalam pembangunan ekonomi, khususnya di sektor pertanian, perikanan, dan bahkan keuangan rakyat. Inilah waktunya kita membuka mata dan belajar dari negeri Sakura.

Kesuksesan Jepang dalam membangun koperasi bukanlah hasil dari keajaiban semalam. Ia lahir dari niat politik yang kuat, kebijakan publik yang berpihak, serta kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya bekerja sama secara berkeadilan. Jepang menjadikan koperasi bukan sekadar instrumen ekonomi, tapi gerakan sosial yang mengakar dalam budaya gotong royong.

Salah satu pilar penting keberhasilan koperasi Jepang adalah keberanian mereka melakukan reformasi agraria pasca Perang Dunia II. Tanah dibagikan kepada petani, dan koperasi dijadikan wadah kolektif untuk mengakses pasar, pupuk, alat produksi, hingga keuangan. Negara hadir untuk memastikan petani tidak sendirian menghadapi pasar bebas.

Bandingkan dengan kondisi di Indonesia. Petani masih terfragmentasi, lemah dalam daya tawar, dan bergantung pada tengkulak. Koperasi banyak yang tidur atau hanya dijadikan formalitas proposal bantuan. Padahal, potensi koperasi sangat besar jika diseriusi dan dipimpin oleh orang-orang yang punya integritas dan visi jangka panjang.

Koperasi di Jepang, seperti JA Group, tidak hanya mengurus beras dan sayuran. Mereka punya bank sendiri, asuransi sendiri, bahkan rumah sakit dan sekolah. Dengan jumlah anggota jutaan, koperasi tersebut menjadi kekuatan ekonomi yang solid, profesional, dan berkelanjutan. Mereka mampu bersaing dengan perusahaan swasta, bahkan dengan korporasi besar sekalipun.

Fungsi koperasi di Jepang juga multifungsi. Ia menjadi pusat edukasi, distribusi, pemasaran, dan perlindungan sosial. Pemerintah Jepang bahkan menjadikan koperasi sebagai mitra resmi dalam merumuskan kebijakan pertanian. Suara koperasi didengar, bukan diabaikan. Inilah yang membuat anggotanya loyal dan koperasinya terus tumbuh.

Apa yang kita bisa tiru? Pertama, koperasi harus direformasi secara menyeluruh, mulai dari legalitas, manajemen, sampai sistem akuntabilitasnya. Kedua, pemerintah harus hadir secara serius, tidak hanya memberikan bantuan, tapi juga perlindungan hukum dan pengawasan yang mendidik. Ketiga, edukasi koperasi harus dimulai sejak dini — di sekolah, kampus, dan komunitas.

Di sisi lain, masyarakat juga perlu mengubah cara pandang. Koperasi bukan tempat "bagi-bagi bantuan" atau "sarang proposal". Ia adalah alat perjuangan ekonomi bersama. Tanpa partisipasi aktif dan semangat kolektif, koperasi akan tetap jadi slogan kosong yang tidak menjawab persoalan struktural rakyat kecil.

Indonesia memiliki sejarah koperasi yang panjang sejak zaman Bung Hatta. Tapi semangat koperasi hari ini sudah banyak yang memudar. Kita terlalu tergoda dengan konsep startup, fintech, dan bisnis instan, padahal koperasi adalah model bisnis sosial yang justru lebih adil dan tahan krisis jika dijalankan dengan benar.

Sudah saatnya kita membongkar ulang paradigma koperasi di Indonesia. Kita tidak kekurangan sumber daya, tetapi seringkali kekurangan visi. Jepang menunjukkan bahwa koperasi bisa jadi kekuatan ekonomi besar jika dibarengi niat politik, kesadaran kolektif, dan tata kelola profesional.

Kita tidak harus menyalin mentah model Jepang. Tapi kita bisa mengadaptasi prinsip-prinsip dasarnya sesuai dengan konteks lokal. Misalnya, koperasi nelayan di pesisir, koperasi tani di desa, atau koperasi digital di kota. Semuanya bisa tumbuh jika dikelola dengan akuntabel dan didukung kebijakan negara.

Jika Jepang bisa, kenapa kita tidak? Kita hanya perlu keberanian untuk berubah, komitmen untuk membina, dan ketulusan untuk melayani. Karena koperasi bukan sekadar badan usaha — ia adalah jalan perjuangan bersama.

Dan mungkin, dengan semangat koperasi yang hidup kembali, desa-desa kita bisa menjadi lebih mandiri, petani lebih sejahtera, dan ekonomi rakyat benar-benar bertumbuh dari bawah ke atas. Inilah jalan panjang, tapi pasti, menuju kemandirian bangsa.

Pangkep 28 Juni 2025

Herman Djide 

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jurnalis Nasional Indonesia Cabang Kabupaten Pangkep Provinsi Sulsel 

Read Entire Article
Karya | Politics | | |