Di Balik Klaim Perjuangan: Rakyat Papua Jadi Korban Kekejaman OPM

6 hours ago 2

PAPUA - Klaim perjuangan kemerdekaan yang selama ini digaungkan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) kian kehilangan makna di mata rakyat Papua. Alih-alih menjadi pembebas, OPM justru tampil sebagai penindas. Fakta-fakta kekerasan yang dilakukan terhadap warga sipil menunjukkan bahwa kelompok bersenjata ini tak pernah benar-benar memperjuangkan rakyat mereka malah menjadi sumber penderitaan.

Sejumlah insiden kekerasan dalam beberapa tahun terakhir menjadi bukti kuat bahwa masyarakat Papua justru menjadi korban utama dari aksi brutal OPM. Mereka diintimidasi, diperas, bahkan dibunuh oleh kelompok yang mengklaim memperjuangkan kebebasan.

Pendeta Yonas Magai, tokoh masyarakat Kabupaten Intan Jaya, dengan tegas menyuarakan kekecewaan warganya terhadap tindakan OPM.

“Kalau mereka benar berjuang untuk rakyat, kenapa justru rakyat yang jadi korban? Guru dibunuh, gereja dibakar, anak-anak tidak sekolah, puskesmas ditutup. Itu bukan perjuangan, itu kejahatan, ” tegasnya, Kamis (15/5/2025).

Bahkan, pemerasan oleh OPM sudah menjadi hal biasa di wilayah pedalaman seperti Pegunungan Bintang, Puncak, dan Intan Jaya. Warga dipaksa membayar "pajak" yang digunakan untuk membeli amunisi dan mendukung aktivitas separatis, bukan untuk membantu masyarakat.

Simon Tabuni, Kepala Kampung Wandoga, mengungkapkan bagaimana warganya hidup dalam tekanan konstan.

“Kami ini serba salah. Kalau tidak kasih uang, kami diancam. Kalau lapor ke aparat, kami dicurigai dan bisa diserang. Kami hanya ingin hidup tenang dan membesarkan anak-anak, ” ujarnya dengan nada lelah.

Namun, harapan masih menyala. Dalam beberapa tahun terakhir, gelombang kembalinya eks anggota OPM ke pangkuan NKRI menunjukkan bahwa masyarakat mulai sadar akan realitas pahit perjuangan yang keliru arah. Mereka menolak kekerasan dan memilih hidup damai.

Yusak Waker, mantan anggota OPM yang kini tinggal di Paniai, menceritakan alasannya keluar dari kelompok itu.

“Dulu saya percaya mereka berjuang untuk kita. Tapi kenyataan di lapangan beda. Mereka tidak peduli. Saya keluar karena saya ingin anak saya sekolah dan hidup lebih tenang, ” katanya.

Program deradikalisasi dan pembinaan yang digagas pemerintah pun mendapat respons positif dari mereka yang ingin mengubah nasib dan memilih jalan damai. Perlahan, suara rakyat Papua yang selama ini dibungkam oleh ketakutan mulai terdengar kembali menuntut perlindungan, bukan ideologi kosong. (***/Red)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |