PEMERINTAHAN - Indonesia dan Singapura adalah dua negara yang berdekatan secara geografis, tetapi memiliki perbedaan yang mencolok dalam tingkat kemajuan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan efektivitas pemerintahan. Indonesia dengan segala sumber daya alam yang melimpah, populasi besar, dan potensi ekonomi yang besar masih tertinggal dibandingkan Singapura yang kecil secara wilayah dan jumlah penduduk. Mengapa demikian? Apakah benar bahwa penyebab utama keterlambatan Indonesia adalah kepemimpinan yang "bodoh" dan kebijakan yang hanya menyalahkan rakyat dengan dalih "SDM rendah"?
Dalam esai ini, kita akan mengupas berbagai faktor yang menyebabkan ketimpangan antara Indonesia dan Singapura dari aspek kepemimpinan, kualitas sumber daya manusia, kebijakan ekonomi, serta budaya politik dan birokrasi.
1. Kepemimpinan: Apakah Benar Pemimpin Indonesia "Bodoh"?
Kepemimpinan merupakan faktor kunci dalam keberhasilan suatu negara. Dalam kasus Singapura, kepemimpinan visioner dari Lee Kuan Yew berhasil mengubah negara kecil tanpa sumber daya alam menjadi salah satu pusat ekonomi dunia. Ia mengedepankan disiplin tinggi, tata kelola pemerintahan yang efisien, serta kebijakan yang berpihak pada pembangunan jangka panjang.
Sebaliknya, Indonesia mengalami pasang surut dalam kepemimpinan. Banyak pemimpin yang lebih berorientasi pada politik elektoral jangka pendek daripada visi jangka panjang pembangunan nasional. Kerap kali, kepemimpinan di Indonesia lebih sibuk dengan pencitraan dan retorika politik daripada membangun sistem yang efisien untuk kesejahteraan rakyat.
Namun, menyebut pemimpin Indonesia sebagai "bodoh" mungkin terlalu simplistis. Banyak dari mereka adalah individu cerdas dengan latar belakang akademik dan pengalaman yang luas. Masalahnya bukan pada kecerdasan individu, melainkan pada sistem politik yang cenderung korup dan kurang memberikan ruang bagi inovasi serta reformasi mendalam. Pemimpin yang baik harus berani mengambil keputusan besar, mengatasi kepentingan politik jangka pendek, dan menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
2. Sumber Daya Manusia: Apakah SDM Indonesia Memang Rendah?
Banyak pemimpin Indonesia beralasan bahwa salah satu penyebab keterlambatan negara ini adalah kualitas sumber daya manusia yang rendah. Secara statistik, memang benar bahwa Indonesia masih tertinggal dalam aspek pendidikan dan produktivitas tenaga kerja dibandingkan Singapura. Data dari World Bank menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di peringkat 114 dunia, jauh di bawah Singapura yang berada di peringkat ke-12.
Namun, menyalahkan rakyat tanpa memberikan solusi konkret adalah bentuk kepemimpinan yang tidak bertanggung jawab. Negara yang maju tidak hanya bergantung pada kualitas rakyatnya, tetapi juga pada sistem pendidikan, kebijakan ekonomi, serta infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah. Di Singapura, pemerintah secara aktif menciptakan sistem pendidikan yang kompetitif, memberikan pelatihan tenaga kerja, serta membuka ruang bagi inovasi dan kewirausahaan.
Di Indonesia, sebaliknya, pendidikan masih menjadi masalah besar. Kualitas guru rendah, kurikulum sering berganti tanpa arah yang jelas, dan akses pendidikan tinggi masih sulit bagi banyak kalangan. Jika pemerintah serius ingin meningkatkan SDM, maka harus ada kebijakan pendidikan dan pelatihan kerja yang lebih berorientasi pada kebutuhan industri dan kemajuan teknologi.
3. Kebijakan Ekonomi: Mengapa Indonesia Tidak Bisa Menyamai Singapura?
Singapura mengadopsi kebijakan ekonomi yang sangat efisien. Negara ini membuka diri terhadap investasi asing, menjadikan dirinya pusat keuangan dan perdagangan global, serta memiliki kebijakan pajak yang menarik bagi perusahaan multinasional. Selain itu, efisiensi birokrasi dan minimnya korupsi membuat Singapura menjadi negara dengan daya saing tinggi.
Indonesia, di sisi lain, masih berkutat dengan birokrasi yang berbelit dan korupsi yang merajalela. Regulasi investasi sering berubah-ubah, sehingga membuat investor asing enggan berinvestasi dalam jangka panjang. Di sektor industri, ketergantungan pada sumber daya alam masih tinggi, sementara sektor manufaktur dan teknologi belum menjadi prioritas utama.
Padahal, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara industri berbasis teknologi. Jika pemerintah lebih fokus dalam membangun industri berbasis inovasi dan memperbaiki regulasi investasi, Indonesia dapat berkembang lebih cepat. Tanpa reformasi kebijakan ekonomi yang nyata, Indonesia akan terus tertinggal dari negara-negara yang lebih kecil tetapi lebih progresif dalam kebijakan ekonomi mereka.
4. Budaya Politik dan Birokrasi: Penghambat atau Solusi?
Salah satu perbedaan mendasar antara Singapura dan Indonesia adalah budaya politiknya. Di Singapura, politik sangat terkendali dan lebih berorientasi pada kebijakan teknokratis. Pemerintah memegang kendali ketat atas birokrasi dan memastikan bahwa setiap kebijakan dieksekusi dengan disiplin tinggi.
Di Indonesia, politik masih didominasi oleh oligarki dan kepentingan kelompok. Banyak kebijakan dibuat bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan demi kepentingan elite politik. Akibatnya, birokrasi menjadi tidak efisien, banyak proyek infrastruktur yang mangkrak, dan dana publik sering disalahgunakan. Reformasi birokrasi yang nyata sangat diperlukan jika Indonesia ingin mengejar ketertinggalan.
Selain itu, budaya korupsi masih mengakar kuat di berbagai level pemerintahan. Tanpa ketegasan dalam menindak korupsi, sulit bagi Indonesia untuk mencapai efisiensi dalam tata kelola negara. Singapura berhasil memberantas korupsi dengan kebijakan hukum yang ketat, sementara di Indonesia, koruptor sering kali masih bisa lolos dari hukuman berat.
Kesimpulan: Membangun Indonesia yang Lebih Maju
Indonesia tertinggal dari Singapura bukan semata-mata karena rakyatnya memiliki SDM rendah, tetapi lebih karena kegagalan sistem dalam memanfaatkan potensi yang ada. Pemimpin yang tidak memiliki visi jangka panjang, kebijakan ekonomi yang tidak konsisten, serta budaya politik yang korup adalah faktor utama yang menghambat kemajuan.
Untuk mengubah keadaan, beberapa langkah yang harus dilakukan adalah:
1. Mereformasi sistem kepemimpinan dan politik, dengan memastikan bahwa pemimpin yang terpilih adalah mereka yang memiliki visi nyata untuk membangun bangsa, bukan sekadar mencari kekuasaan.
2. Meningkatkan kualitas SDM, melalui pendidikan dan pelatihan yang lebih sesuai dengan kebutuhan industri masa depan.
3. Memperbaiki regulasi ekonomi, dengan menciptakan kebijakan yang lebih ramah investasi dan industri berbasis inovasi.
4. Menindak tegas korupsi, agar birokrasi bisa bekerja secara efisien dan setiap kebijakan yang dibuat benar-benar untuk kepentingan rakyat.
Singapura membuktikan bahwa negara kecil pun bisa menjadi maju jika memiliki sistem yang efektif. Indonesia masih memiliki peluang besar untuk menyusul, tetapi hanya jika perubahan nyata terjadi dalam kepemimpinan dan sistem pemerintahan. Jika tidak, maka Indonesia akan terus tertinggal, bukan karena rakyatnya bodoh, tetapi karena para pemimpinnya gagal menjalankan tugasnya dengan baik.
Jakarta, 10 Maret2025
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi