JAKARTA - Perjalanan kereta api kini semakin mulus berkat inovasi PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI yang terus menggenjot digitalisasi layanannya. Salah satu terobosan yang paling terasa adalah penerapan teknologi pengenalan wajah atau face recognition untuk proses boarding penumpang. Inisiatif ini tidak hanya memangkas waktu tunggu, tetapi juga membawa pengalaman naik kereta menjadi lebih praktis dan modern.
Hingga kini, sistem canggih ini telah terpasang dan beroperasi di 22 stasiun KAI di seluruh penjuru negeri. Rencananya, cakupan layanan ini akan terus diperluas ke stasiun-stasiun lainnya, memastikan semakin banyak penumpang dapat merasakan kemudahan ini.
Vice President Public Relations KAI, Anne Purba, menjelaskan bahwa teknologi face recognition memungkinkan penumpang untuk naik kereta tanpa perlu lagi repot menunjukkan tiket fisik, e-boarding pass, atau bahkan kartu identitas seperti e-KTP. Sebuah lompatan besar yang membuat pengalaman perjalanan menjadi lebih ringkas.
“Teknologi face recognition boarding gate mengimplementasikan teknologi digital saat pelanggan melakukan boarding, ” ujar Anne Purba dalam keterangannya pada Sabtu (23/8/2025).
Sistem ini bekerja dengan mengintegrasikan kamera pintar yang mampu mengidentifikasi dan memvalidasi wajah penumpang secara presisi, mencocokkannya dengan data tiket yang sudah tersimpan. Hasilnya, proses boarding menjadi lebih cepat, lancar, dan bebas kerumitan.
Lebih dari sekadar efisiensi waktu, Anne menambahkan bahwa teknologi ini juga memiliki kontribusi signifikan terhadap kelestarian lingkungan. Penggunaan face recognition secara efektif mengurangi ketergantungan pada pencetakan tiket fisik.
“Tentunya dengan penggunaan teknologi boarding face recognition, ini sangat membantu dalam hal menghemat penggunaan rol kertas, ” jelasnya.
Data internal KAI mencatat bahwa selama periode Januari hingga Juli 2025, perusahaan berhasil menghemat penggunaan rol kertas untuk pencetakan tiket fisik sebanyak 16.295 rol. Penghematan ini diperkirakan setara dengan nilai finansial mencapai Rp 230 juta, sebuah bukti nyata keselarasan antara inovasi teknologi dan prinsip keberlanjutan.
“Ini selaras dengan prinsip keberlanjutan yang berdampak langsung terhadap pelestarian lingkungan, ” tambah Anne.
Sejak pertama kali diperkenalkan, layanan boarding berbasis wajah ini telah dinikmati oleh lebih dari 16.398.343 pelanggan. Total penghematan kertas yang berhasil dicatatkan KAI mencapai 40.296 rol, dengan nilai efisiensi lebih dari Rp 599 juta. Angka ini diprediksi akan terus bertambah seiring dengan perluasan implementasi ke lebih banyak stasiun.
Anne menjelaskan bahwa adopsi teknologi face recognition merupakan bagian integral dari agenda transformasi digital KAI. Selain itu, KAI juga terus mengembangkan aplikasi andalannya, Access by KAI, untuk mempermudah pemesanan tiket dan mengintegrasikan berbagai moda transportasi.
“KAI yang sekarang sudah berbeda dengan KAI yang dulu. Belajar dari pengalaman Covid-19, KAI mempercepat digitalisasi dengan menghadirkan e-boarding pass, memungkinkan penumpang langsung menuju peron tanpa perlu mencetak tiket fisik, ” ungkapnya.
Ke depan, KAI berambisi untuk menghadirkan layanan digital yang semakin terintegrasi, sehingga penumpang dapat menikmati perjalanan yang mulus dari titik awal hingga tujuan akhir. Sebuah visi yang selaras dengan misi KAI untuk mendorong transportasi berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Dengan demikian, ekspansi teknologi face recognition ke lebih banyak stasiun bukan hanya tentang kemudahan bagi penumpang, melainkan juga merupakan langkah strategis KAI dalam membangun ekosistem transportasi publik yang modern, efisien, dan berwawasan lingkungan. (infoKAI)