SURABAYA – Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PM) membuktikan komitmennya untuk menciptakan kebijakan yang benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat. Melalui serangkaian kegiatan "Belanja Masalah" yang digelar di Surabaya pada Kamis (11/12/2025), Kemenko PM memperkuat kolaborasi lintas sektor untuk merumuskan peta jalan transformasi pemasaran UMKM dan penguatan program SMK Go Global.
Pendekatan Kemenko PM kini bergeser dari pola "top-down" yang kaku. Pelibatan aktif unsur akademisi, dunia usaha, pemerintah, masyarakat, dan media menjadi kunci utama untuk memastikan setiap kebijakan yang lahir benar-benar solutif dan relevan dengan kondisi di lapangan. Pengalaman saya sebagai jurnalis seringkali menyaksikan betapa kebijakan yang dibuat di ruang rapat tanpa menyentuh realitas justru menjadi "proyek" tanpa dampak.
Forum Konsultasi Publik (FKP) yang mengusung tema "Rencana Alternatif Kebijakan Transformasi Pemasaran Usaha Masyarakat" di Universitas Airlangga (UNAIR) dan Dialog Deputi bertema "SMK Go Global" di SMKN 10 Surabaya menjadi wadah strategis untuk menggali persoalan riil yang dihadapi pelaku UMKM dan dunia pendidikan vokasi.
Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Pelindungan Pekerja Migran Kemenko PM, Leontinus Alpha Edison, menekankan bahwa partisipasi publik bukanlah sekadar formalitas, melainkan pondasi krusial bagi efektivitas sebuah kebijakan. Ia merasakan betul pentingnya mendengar langsung dari masyarakat.
"Sebagai penyelenggara negara, tugas kami bukan sekadar menjalankan fungsi teknokrasi di balik meja. Kebijakan yang efektif tidak bisa lahir dari menara gading atau ruang hampa. Ia harus lahir dari percakapan yang tulus, perdebatan yang konstruktif, dan pemahaman mendalam atas 'belanja masalah' yang kami temukan langsung di lapangan, " ujar Leontinus Alpha Edison di hadapan peserta FKP di UNAIR.
Melalui kunjungan ini, ia memastikan bahwa setiap rancangan kebijakan terkait transformasi pemasaran UMKM dan penguatan vokasi benar-benar mengakar pada kebutuhan dan tantangan yang dihadapi di lapangan. Ini adalah gambaran nyata bagaimana pemerintah mencoba mendekatkan diri dengan denyut nadi kehidupan masyarakat.
Pemilihan Jawa Timur sebagai tuan rumah FKP bukan tanpa alasan. Provinsi ini merupakan salah satu barometer ekonomi nasional yang memiliki sektor UMKM dan pendidikan vokasi yang dinamis sekaligus penuh tantangan. Leontinus Alpha Edison menyoroti bahwa UMKM di Indonesia masih menghadapi hambatan multidimensi, mulai dari pola pikir kewirausahaan yang perlu diperkuat hingga literasi pemasaran digital yang masih terbatas.
"Banyak UMKM kita yang belum mampu menembus batas-batas digital, apalagi bersaing di pasar ekspor (Go Global). Ini bukan hanya soal modal, tapi soal literasi pemasaran modern dan dukungan ekosistem. Melalui dialog hari ini, kami menyusun peta jalan yang solutif untuk mengatasi problem struktural tersebut, " tegasnya. Saya membayangkan betapa frustrasinya para pelaku UMKM yang memiliki produk berkualitas namun terkendala akses pasar.
Menjawab tantangan tersebut, Asisten Deputi Pemasaran Usaha Masyarakat, Abdul Muslim, memaparkan salah satu inisiatif yang sedang disiapkan, yaitu Program Pasar 1001 Malam. Ia melihat potensi besar dari aset-aset pemerintah yang belum teroptimalkan.
"Kami melihat banyak aset pemerintah yang 'tidur' atau belum optimal. Program 'Pasar 1001 Malam' akan mengaktivasi aset-aset tersebut menjadi ruang promosi dan transaksi yang produktif bagi UMKM. Ini selaras dengan amanat PP No. 7 Tahun 2021 yang mewajibkan penyediaan minimal 30% area komersial infrastruktur publik bagi usaha mikro dan kecil, " jelas Abdul Muslim.
Selepas FKP, rombongan Kemenko PM melanjutkan dialog di SMKN 10 Surabaya. Kegiatan ini bertujuan untuk memotret kesiapan sekolah kejuruan dalam menghasilkan talenta yang dibutuhkan industri serta calon pekerja migran terampil yang mampu bersaing di pasar global. Ini adalah langkah penting agar lulusan SMK tidak hanya menjadi penonton di negeri sendiri, tapi juga mampu berkontribusi di kancah internasional.
"Dialog di SMKN 10 ini membuka mata kami tentang gap yang masih ada antara kurikulum, perangkat pendidikan dan kebutuhan industri. Masukan dari para guru dan siswa hari ini menjadi bahan bakar utama kami dalam menyempurnakan program 'SMK Go Global'. Kami ingin memastikan lulusan SMK tidak hanya siap kerja, tapi siap berkompetisi di level global, " ungkapnya.
Leontinus Alpha Edison menutup rangkaian kegiatan dengan penegasan bahwa keberhasilan reformasi kebijakan sangat bergantung pada keselarasan antara desain kebijakan di tingkat pusat dan pelaksanaannya di daerah. Harmoni ini adalah kunci agar kebijakan tidak hanya menjadi wacana.
"Tujuan kami satu: memastikan setiap kebijakan yang kami hasilkan benar-benar berakar dari kebutuhan nyata rakyat, bukan sekadar asumsi di tingkat pusat. Model dialog partisipatif seperti di Surabaya ini akan menjadi cetak biru kerja Kemenko PM ke depannya, " pungkasnya. (PERS)









































