Kenapa Dukungan untuk Palestina Bukan Sekadar Tren, Tapi Tanggung Jawab

1 day ago 9

Sejak konflik bersenjata meletus pada 7 Oktober 2023, dunia menyaksikan tragedi kemanusiaan yang memilukan di tanah Palestina, terutama di Jalur Gaza. Data dari Palestinian Central Bureau of Statistics (PCBS) bikin hati siapa pun terenyuh lebih dari 36.000 warga Palestina meninggal dunia dan sekitar 86 ribu lainnya terluka. Dan angka-angka ini bukan sekadar statistik—mereka adalah nyawa, keluarga, anak-anak, ibu, dan saudara yang punya impian, yang kini terenggut oleh perang yang tak berkesudahan.

Dari total korban jiwa, 36.171 orang tewas di Jalur Gaza, dan 519 orang di Tepi Barat. Yang lebih memilukan lagi, dari jumlah tersebut, 15.162 adalah anak-anak. Bayangkan, ribuan anak kecil tak berdosa menjadi korban dalam 100 hari pertama konflik saja. Ada juga 10.018 perempuan yang meninggal, dan sekitar 7.000 lainnya dinyatakan hilang. Selain itu, 1, 2 juta warga Palestina terpaksa mengungsi, banyak di antara mereka bahkan sudah berpindah-pindah tempat berkali-kali demi mencari tempat yang aman—yang entah masih bisa disebut "aman" atau tidak.

Melihat kondisi seperti ini, sebagai umat Islam—terutama kita di Indonesia yang dikenal dengan solidaritas tingginya—tentu ada dorongan moral dan spiritual untuk tidak tinggal diam. Dan hal ini juga jadi perhatian serius dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pada tahun 2023, MUI menerbitkan Fatwa Nomor 83 tentang Hukum Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina. Dalam fatwa tersebut, MUI menegaskan bahwa apa yang dilakukan Israel terhadap Palestina—baik itu agresi, aneksasi, maupun penghancuran fasilitas publik—adalah bentuk kezaliman yang harus dilawan. Tapi caranya? Ada banyak, dan tidak semua bentuk dukungan harus dengan senjata atau turun ke medan perang.

MUI menyebut bahwa dukungan bisa dalam berbagai bentuk, seperti Memberikan bantuan tenaga atau logistik (bagi yang mampu dan punya akses), Menggalang dana atau bantuan kemanusiaan, Mendoakan dan menunjukkan solidaritas, baik secara langsung maupun lewat media sosial,

Tidak mendukung secara langsung atau tidak langsung pihak-pihak yang memfasilitasi Israel, baik itu lewat pembelian produk maupun dukungan opini.

Terus, Produk Apa Aja yang Sebaiknya Dihindari?
Nah, meskipun MUI tidak merinci merek-merek tertentu, tetapi beberapa lembaga lain turut bergerak untuk memberikan panduan kepada masyarakat. Salah satunya adalah Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh (MPUA) yang pada 1 April 2024 memuat berita di websitenya merujuk pada Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) merilis daftar 10 brand yang diduga terafiliasi atau mendukung gerakan Israel, antara lain Starbucks, Danone, Nestle, Zara, Kraft Heinz, Unilever, Coca Cola Group, McDonald’s, Mondelez, Burger King.

Gak cuma itu, 30 merek kurma asal Israel juga turut disorot untuk diboikot. Beberapa nama kurma tersebut antara lainCarmel Agrexco, Hadiklaim, Jordan River, King Solomon, Rapunzel, Shams, Bomaja, Desert Diamond, Delilah, Urban Platter, Star Dates, Sincerely Nuts, Edeka, Anna and Sarah, Galilee, Ventura, Nava Fresh, Food to Live, Mehadrin, Red Sea, Shah Co, King of Dates, Karsten Farms, La Palma, T amara Barhi, Fancy Medjoul, Premium Medjoul, Kalahari, Royal Treasure dan Waitrose. 

Semua data ini disampaikan oleh Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) sebagai bentuk edukasi agar konsumen Muslim bisa lebih bijak dalam memilih produk, apalagi kalau produk tersebut secara langsung menyumbang pada kekuatan ekonomi negara yang sedang menindas rakyat Palestina. Daftar merek yang halal diboikot sesuai dengan Irsyadat MUI.

Jakarta, 13 April 2025
Hidayat Kampai

Read Entire Article
Karya | Politics | | |