Kediri - Pendidikan yang berkualitas tidak lahir dari satu pihak saja. Guru, orang tua, dan siswa harus berjalan beriringan membentuk segitiga emas pendidikan. Pesan itu mengemuka dalam Seminar Pentingnya Kolaborasi Antara Guru, Orang Tua, dan Siswa dalam Pendidikan yang digelar di Andaliman Resto, Tugurejo, Kabupaten Kediri, Kamis (17/10/2025).
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Anggota DPR RI Komisi VIII dari Fraksi PKB, KH. An’im Falachuddin Mahrus, M.Pd, dan Khoirul Anam, Wakil Rektor I UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
Dalam paparannya, Khoirul Anam menegaskan bahwa pendidikan tidak boleh dipandang sebagai tanggung jawab tunggal lembaga sekolah.
“Pendidikan adalah tanggung jawab bersama—guru, orang tua, dan siswa. Dalam Al-Qur’an pun dijelaskan, pendidikan pertama dan utama dimulai dari rumah. Namun, guru di madrasah, sekolah, dan pesantren adalah perpanjangan tangan orang tua dalam membentuk karakter anak, ” ujarnya
Ia menyebut kolaborasi tiga elemen itu sebagai “segitiga emas pendidikan.”
“Guru membimbing dengan ilmu dan kasih sayang, orang tua memberi teladan dan nilai, sedangkan siswa belajar dengan semangat dan adab. Bila satu sisi melemah, pendidikan akan kehilangan arah, ” lanjutnya.
Khoirul Anam juga menyoroti tantangan generasi muda di era digital yang serba cepat.
“Generasi kini hidup di tengah perubahan sosial dan teknologi yang sangat cepat. Tanpa kolaborasi, pendidikan akan kehilangan arah. Maka, guru dan orang tua harus memperluas peran, dan siswa harus belajar dengan tanggung jawab dan adab, ” tegasnya.
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, lanjutnya, berkomitmen mendorong sinergi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.
“Kami percaya, pendidikan terbaik adalah pendidikan yang hidup dalam kebersamaan. Pendidikan yang hidup karena ada cinta, doa, dan kerja sama, ” tutupnya.
Sementara itu, KH. An’im Falachuddin Mahrus, M.Pd menekankan pentingnya keikhlasan dan akhlak dalam dunia pendidikan.
“Seorang guru tidak boleh hanya mentransfer ilmu. Kalau hanya itu, nanti akan tergantikan oleh Google yang lebih pintar. Tapi kalau guru mengajarkan ilmu sekaligus adab, akhlak, ketakwaan, dan keikhlasan, maka dia akan selalu dibutuhkan, ” tutur KH. An’im.
Ia mengingatkan bahwa ilmu yang tidak menumbuhkan ketakwaan justru bisa menjauhkan seseorang dari Allah SWT.
“Keikhlasan tidak bisa diajarkan oleh Google. Tapi hanya bisa dilatih oleh hati yang dekat dengan Allah, ” ungkapnya.
KH. An’im juga menyebut keikhlasan seorang guru akan menjadi “pensiunan abadi”.
“Ketika guru wafat, amalnya tetap mengalir dari ilmu yang diajarkan dan diamalkan murid-muridnya. Itulah pensiunan sejati, ” jelasnya.
Di akhir sesi, ia mengingatkan bahwa tanda diterimanya amal seorang pendidik adalah ketika murid-muridnya tumbuh menjadi orang yang bermanfaat.
“Kalau muridnya jadi orang, kalau tulisannya dibaca banyak orang, itu tanda guru itu diterima Allah. Maka mari terus berikhlas, berilmu, dan beradab, ” pungkasnya.
Seminar ini ditutup dengan seruan bersama untuk menjadikan kolaborasi sebagai gerakan nyata.
“Keberhasilan seorang anak bukan hanya hasil kerja guru, tetapi buah kolaborasi cinta dan doa dari keluarga, sekolah, dan masyarakat, ” kata Khoirul Anam.
Para peserta, yang terdiri atas guru, kepala sekolah, dan perwakilan orang tua murid dari berbagai lembaga pendidikan di Kediri, menyambut baik ajakan tersebut.
Kegiatan diakhiri dengan doa bersama agar dunia pendidikan Indonesia semakin kuat, berkarakter, dan beradab.