Lombok Barat, NTB – Keputusan Kepala Desa Langko, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, untuk mengeliminasi anjing-anjing terlantar yang dianggap meresahkan masyarakat, sempat menuai polemik besar setelah diunggah ke media sosial. Namun dari kontroversi tersebut, lahirlah kesadaran dan kolaborasi baru yang membuka jalan bagi penanganan satwa secara lebih manusiawi dan berkelanjutan.
Postingan Kades Mawardi yang menunjukkan kesepakatan bersama warga untuk menyingkirkan anjing-anjing liar dari desa, langsung memicu reaksi keras dari berbagai komunitas pencinta hewan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan, Komisi Perlindungan dan Kesejahteraan Satwa Indonesia turun tangan langsung dengan datang ke Desa Langko untuk mengklarifikasi dan memberikan edukasi.
Dari Polemik ke Kolaborasi
Kunjungan yang dipimpin oleh perwakilan komisi, Dony H, bersama sejumlah komunitas pecinta satwa dari Lombok dan Jakarta, berlangsung Selasa (08/04/2025) di kantor Desa Langko. Dalam pertemuan tersebut, dilakukan diskusi panjang mengenai pentingnya perlindungan satwa, khususnya anjing terlantar, serta berbagai solusi penanganan yang tidak harus berujung pada penghilangan nyawa.
Kepala Desa Mawardi, yang sebelumnya menjadi sorotan, menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada seluruh pihak yang merasa terusik atas unggahannya. Ia mengakui bahwa langkah tersebut murni didorong oleh ketidaktahuan dan keresahan warga, bukan niat untuk menyakiti hewan.
"Kami berterima kasih kepada semua pihak yang sudah datang, memberi pemahaman, dan menunjukkan cara-cara penanganan yang lebih bijak. Ini menjadi pelajaran besar bagi kami, " ujar Mawardi.
Langko Jadi Desa Percontohan
Menariknya, dari pertemuan tersebut muncul inisiatif besar. Komisi Perlindungan dan Kesejahteraan Satwa Indonesia akan menjadikan Desa Langko sebagai desa percontohan nasional dalam penanganan anjing terlantar. Programnya mencakup sterilisasi, vaksinasi, pemberian pakan, dan pengadaan shelter khusus anjing.
Dony H mengapresiasi keterbukaan Pemerintah Desa Langko dan mengajak masyarakat untuk melihat satwa sebagai bagian dari ekosistem yang harus dijaga. “Kita tidak ingin hanya marah, tapi kita hadir untuk mengedukasi dan memberikan solusi. Ini adalah awal yang baik, ” tegasnya.
Harapan kepada Pemerintah
Selain menggandeng komunitas pecinta hewan, Kades Mawardi juga berharap dukungan dari instansi dan pemerintah daerah agar program penanganan anjing terlantar ini dapat dijalankan secara berkelanjutan. “Kami ingin ini jadi program jangka panjang yang melibatkan semua pihak, termasuk Dinas Peternakan dan instansi terkait lainnya, ” ucapnya.
Dengan transformasi dari niat eliminasi menjadi kolaborasi pelestarian, Desa Langko kini menjadi simbol perubahan pola pikir dalam penanganan satwa terlantar di NTB, sekaligus contoh nyata bahwa dari sebuah kesalahan, dapat lahir solusi yang membawa manfaat lebih besar bagi semua makhluk hidup.(Adb)