INDONESIASATU.CO.ID - Kondisi proyek Daerah Irigasi (DI) di Desa Muara Jaya, Kecamatan Kumun Debai, Kota Sungai Penuh, menuai sorotan tajam dari masyarakat. Hasil pekerjaan irigasi yang belum lama selesai dikerjakan terlihat memprihatinkan. Beton pada dinding saluran tampak rapuh, berpori, dan mudah hancur hanya dengan sentuhan tangan, sebagaimana terlihat dari dokumentasi lapangan.
Proyek irigasi tersebut disebut-sebut dikerjakan oleh subkontraktor sebagai pekerjaan endors di bawah PT Wijaya Karya (WIKA). Namun hasil pelaksanaan di lapangan dinilai tidak mencerminkan standar kualitas konstruksi yang seharusnya diterapkan pada proyek infrastruktur negara, terlebih untuk bangunan irigasi yang dirancang untuk penggunaan jangka panjang.
Seorang warga Desa Muara Jaya yang namanya enggan disebutkan mengaku terkejut melihat kondisi saluran irigasi yang baru selesai dibangun tersebut.
“Kami pikir ini bangunan kuat karena dikerjakan perusahaan besar dan pakai uang negara. Tapi kenyataannya beton bisa hancur dipegang. Kalau baru selesai saja sudah seperti ini, bagaimana nanti saat air mengalir terus-menerus, ” ujarnya.
Keluhan serupa juga disampaikan warga lainnya. Mereka menilai irigasi tersebut sangat dibutuhkan petani sebagai sumber pengairan sawah, sehingga kualitas bangunan menjadi hal yang tidak bisa ditawar.
“Irigasi ini untuk petani, bukan proyek sementara. Kalau cepat rusak, kami yang paling dirugikan, ” keluh warga lainnya.
Sorotan keras datang dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat, salah satunya Ramli, yang menilai kondisi tersebut menunjukkan lemahnya pengendalian mutu pekerjaan di lapangan. Ia menegaskan bahwa meskipun pekerjaan dilakukan oleh subkontraktor, tanggung jawab utama tetap berada pada PT Wijaya Karya sebagai kontraktor pelaksana utama.
“Subkontraktor bekerja berdasarkan kontrak dengan WIKA. Jadi yang berhak dan wajib memberi sanksi kepada subkontraktor adalah WIKA, mulai dari teguran, kewajiban perbaikan ulang, hingga penghentian kerja jika diperlukan, ” tegas Syafri.
Menurutnya, Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VI Jambi sebagai pengguna jasa tidak memiliki hubungan kontraktual langsung dengan subkontraktor. Namun BWSS VI memegang peran strategis dalam pengawasan dan pengendalian kualitas pekerjaan kontraktor utama.
“BWSS VI berwenang menilai apakah pekerjaan WIKA sesuai spesifikasi atau tidak. Jika tidak memenuhi standar, BWSS bisa menolak hasil pekerjaan, menahan pembayaran, serta memerintahkan perbaikan dengan biaya kontraktor, ” jelasnya.
Syafri juga menyoroti ketiadaan papan informasi proyek di lokasi pekerjaan. Menurutnya, tidak dipasangnya papan proyek menghilangkan hak publik untuk mengetahui nilai anggaran, masa pekerjaan, serta pihak-pihak yang bertanggung jawab, sekaligus memperlemah fungsi pengawasan masyarakat.
“Kualitas beton bermasalah, papan proyek tidak ada, ini menunjukkan pengawasan yang tidak optimal. Seharusnya persoalan seperti ini bisa dicegah sejak awal, ” tambahnya.
Dalam beberapa waktu terakhir, PT Wijaya Karya memang kerap menjadi sorotan publik di wilayah Kerinci dan Kota Sungai Penuh terkait sejumlah proyek infrastruktur yang dinilai bermasalah, mulai dari normalisasi sungai hingga pembangunan saluran irigasi.
Masyarakat Desa Muara Jaya kini berharap adanya langkah evaluasi dan perbaikan nyata terhadap proyek DI tersebut. Mereka meminta kualitas material diperiksa ulang, pekerjaan diperbaiki sesuai spesifikasi teknis, dan pengawasan diperketat agar irigasi yang dibangun benar-benar layak dan tahan lama.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Wijaya Karya maupun Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VI Jambi belum memberikan keterangan resmi terkait kondisi proyek Daerah Irigasi di Desa Muara Jaya, Kecamatan Kumun Debai, Kota Sungai Penuh.(son)















































