The Sawerigading Institute Dorong Model Investasi Kawasan Industri yang Berkeadilan bagi Daerah

4 hours ago 1

MAKASSAR — The Sawerigading Institute (TSI) kembali menggelar forum diskusi strategis bertajuk “Investasi Kawasan Industri dan Kedaulatan Ekonomi Daerah: Siapa yang Diuntungkan?” di Meeting Room Lamuru dan Katamba, Hotel MaxOne, Jl. Taman Makam Pahlawan, Makassar, Jumat (17/10/2025).

Forum ini menghadirkan sejumlah pembicara lintas sektor, mulai dari perwakilan Kementerian Investasi dan Hilirisasi Vela Sari, Plt. Kabid Perencanaan Investasi DPMPTSP Sulsel Nurfan Fatriah, Direktur Huadi Bantaeng Industry Park (HBIP) Lily Dewi Candinegara, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan UMI Prof. Andi Tamsil, hingga akademisi Unanda Palopo Abdul Rahman Nur. Sekitar 60 peserta hadir mewakili unsur pemerintah daerah, akademisi, pelaku industri, LSM, dan media.

Direktur TSI Asri Tadda dalam pengantarnya menekankan bahwa forum ini menjadi ruang reflektif untuk meninjau ulang arah kebijakan pembangunan kawasan industri yang kini semakin masif di berbagai daerah.

Menurutnya, meski investasi industri membawa peluang ekonomi, banyak kasus menunjukkan bahwa kawasan industri juga menimbulkan berbagai persoalan, mulai dari konflik lahan, ketimpangan ekonomi, hingga masalah sosial dan lingkungan.

“Kita ingin daerah-daerah yang sedang menyiapkan kawasan industri—termasuk di Luwu Timur—belajar dari pengalaman buruk daerah lain. Jangan sampai kita mengulang kesalahan yang sama, ” ujar Asri Tadda.

Ia mencontohkan persoalan klasik di sejumlah kawasan industri di Sulawesi Tengah, di mana konflik kepemilikan tanah hingga kini tak kunjung selesai. Dalam banyak kasus, masyarakat lokal yang telah lama menguasai lahan tiba-tiba kehilangan haknya karena intervensi negara dan kepentingan investasi.

“Posisi masyarakat seringkali termarjinalkan, baik secara hukum maupun akses. Negara hadir, tapi rakyatnya justru tersingkir, ” tegas Asri.

Selain isu agraria, TSI juga menyoroti ketimpangan tenaga kerja antara pekerja asing dan tenaga lokal di kawasan industri.

Ia menyebut bahwa perbedaan upah yang mencolok, serta minimnya pelibatan masyarakat setempat, memperlihatkan lemahnya keberdayaan daerah dalam mengelola potensi industrinya sendiri.

“Pertanyaannya, apakah model seperti ini akan terus kita ulangi? Jika tidak ada partisipasi lokal, maka kita hanya jadi penonton di rumah sendiri, ” tambah Asri.

Menurut Wakil Ketua Kerukunan Keluarga Luwu Timur (KKLT) ini, kedaulatan ekonomi daerah hanya bisa terwujud jika masyarakat lokal diberi ruang untuk menjadi pelaku utama, bukan sekadar objek pembangunan.

Karena itu, TSI mendorong agar pemerintah menyusun regulasi yang memberi porsi kepemilikan dan pengelolaan bagi putra daerah dalam proyek-proyek investasi besar.

Dengan begitu, pemerintah daerah bisa lebih mudah melakukan pengawasan dan memastikan kebermanfaatannya bagi masyarakat.

“Kalau yang mengelola adalah putra lokal, maka mereka akan punya visi dan empati yang sama dengan masyarakatnya, ” jelasnya.

Dalam forum tersebut, Asri juga mengusulkan agar konsep participating interest — yang selama ini hanya berlaku di sektor minyak dan gas — diperluas ke sektor pertambangan.

“Selama ini keuntungan tambang lebih banyak mengalir ke pemilik modal, sementara masyarakat daerah hanya mendapat sedikit manfaat. Kami mengusulkan participating interest tambang sebesar 25 persen, agar ada keadilan bagi daerah penghasil, ” tegasnya.

FGD ini menjadi bagian dari komitmen TSI untuk mendorong tata kelola investasi yang lebih adil dan berkelanjutan.

Lembaga riset dan kebijakan publik yang berbasis di Makassar itu menilai, kedaulatan ekonomi daerah tak akan terwujud jika model investasi yang berjalan hanya menguntungkan investor besar, tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal.(*)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |