PAPUA - Di tengah derasnya propaganda separatis yang menyesatkan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) berdiri tegak sebagai representasi kehadiran negara bukan untuk menindas, melainkan untuk melindungi. Keberadaan TNI di Papua adalah langkah konstitusional dan sah secara hukum, bukan agresi militer, melainkan bentuk tanggung jawab negara dalam melindungi seluruh rakyat Indonesia dari kekerasan dan teror. Kamis 8 Mei 2025.
Pernyataan provokatif TPNPB-OPM baru-baru ini, yang menolak pembangunan pos militer dan mengultimatum masyarakat non-Papua agar angkat kaki, jelas merupakan bentuk ancaman nyata terhadap persatuan dan keselamatan masyarakat sipil. Pernyataan ini tidak hanya menciptakan ketakutan, tetapi juga mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan hukum internasional.
Kehadiran TNI di Papua adalah implementasi dari amanat Undang-Undang Dasar 1945, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, serta Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019. Bukan hanya legal, tetapi juga strategis dan humanis, karena misi TNI mencakup:
* Menjaga stabilitas dan keamanan wilayah dari ancaman separatis bersenjata;
* Melindungi pembangunan nasional dan masyarakat sipil dari serangan brutal;
* Mendukung percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua secara menyeluruh.
“Kami tidak datang dengan senjata untuk menekan, kami hadir dengan mandat konstitusi dan misi kemanusiaan, ” tegas seorang perwira TNI dari Komando Wilayah Pertahanan di Papua.
TNI telah lama mengedepankan pendekatan teritorial yang humanis, sesuai Inpres No. 9 Tahun 2020. Anggota TNI tak hanya menjaga perbatasan, tetapi juga membantu mendirikan sekolah, menjaga fasilitas kesehatan, dan menjalin hubungan sosial dengan masyarakat adat. Mereka menjadi guru, perawat, bahkan pengangkut logistik di medan berat yang tak tersentuh oleh infrastruktur.
Namun ancaman dari kelompok separatis bersenjata seperti pembakaran sekolah, penembakan tenaga medis, dan penyanderaan warga sipil termasuk warga asing telah menjadikan aksi mereka melampaui batas perlawanan, bertransformasi menjadi terorisme, sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 2018.
Serangan acak tanpa membedakan warga sipil dan kombatan, serta propaganda disinformasi, adalah bentuk nyata pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional. Mereka bukan lagi pejuang kemerdekaan, tapi pelaku kekerasan yang merusak nilai-nilai perjuangan itu sendiri.
TNI hadir sebagai tameng rakyat, bukan penjajah tanah Papua. Setiap langkah, setiap pos yang didirikan, adalah untuk menciptakan ruang aman bagi anak-anak Papua agar bisa bersekolah, bagi petani agar bisa menggarap ladangnya, dan bagi pembangunan agar bisa terus berjalan.
TNI bukan alat represi, tetapi wajah tanggung jawab negara yang hadir di ujung negeri. Papua adalah Indonesia, dan Indonesia hadir di Papua dengan hati, dengan perlindungan, dan dengan masa depan.
Autentikasi:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono