Vonis 3 Tahun Bagi Pelaku Pelecehan Terhadap Penyandang Disabilitas Dinilai Cederai Rasa Keadilan 

8 hours ago 3

BARRU– Putusan Pengadilan Negeri Barru terhadap kasus pelecehan seksual yang dialami perempuan penyandang disabilitas menuai kritik tajam. Majelis hakim menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada terdakwa laki-laki berusia 71 tahun, yang terbukti secara sah melakukan pelecehan seksual fisik terhadap korban berusia 19 tahun.

Perkara bernomor 11/Pid.Sus/2025/PN.Barru ini diputus bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Namun alih-alih menjadi simbol kemajuan dan perlindungan terhadap kelompok rentan, putusan ini justru dianggap sebagai kemunduran dalam penegakan keadilan bagi penyandang disabilitas.

Berdasarkan dokumen persidangan, terdakwa terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual yang mengakibatkan luka fisik dan trauma psikologis mendalam pada korban. Bukti yang dihadirkan meliputi visum et repertum, temuan forensik berupa luka lecet dan memar di tubuh korban, serta keterangan ahli yang menyatakan korban mengalami gangguan psikis berat pascakejadian.

Pendamping hukum korban Aswandi Hijrah, SH., MH, menyayangkan putusan ringan yang dijatuhkan majelis hakim.

“Tiga tahun untuk luka seumur hidup. Di Hari Kebangkitan Nasional, keadilan justru rebah tak berdaya, ”ungkapnya.

Menurutnya, vonis ini tidak mencerminkan perlindungan maksimal terhadap kelompok rentan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Ironisnya, terdakwa dalam persidangan tidak menunjukkan rasa penyesalan atau pengakuan atas perbuatannya. Hal ini mempertegas kritik bahwa sistem peradilan belum sepenuhnya berpihak pada korban kekerasan seksual, terutama dari kalangan disabilitas.

Tuntutan Evaluasi dan Dukungan Publik. Menanggapi putusan ini, firma hukum pendamping korban menyerukan:

1. Evaluasi menyeluruh oleh Komisi Yudisial, Komnas Perempuan, dan Komnas Disabilitas Nasional terhadap proses hukum dalam perkara ini.
2. Pemeriksaan terhadap Jaksa Penuntut Umum oleh Jamwas Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan atas lemahnya tuntutan dan pembelaan terhadap hak korban.
3. Dukungan publik untuk memperjuangkan sistem hukum yang lebih inklusif dan adil, terutama bagi korban dengan disabilitas.

“Jika keadilan gagal dibela saat korban tak mampu bersuara, maka kita semua telah ikut menyakitinya", Ungkapnya.

(LAW FIRM KEADILAN INSAN NUSANTARA)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |