JAKARTA - Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Basuki Hadimuljono, menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait keputusan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yang menolak pengajuan tambahan anggaran sebesar Rp 14, 92 triliun untuk tahun 2026. Keputusan ini, menurutnya, dapat memberikan dampak serius pada kelancaran dan ketepatan waktu pembangunan fase krusial Ibu Kota Nusantara (IKN).
Penolakan tersebut berpotensi besar mengganggu progres pembangunan IKN tahap kedua, yang secara spesifik mencakup pembangunan kawasan legislatif, yudikatif, serta berbagai infrastruktur pendukung esensial. Basuki secara gamblang mengungkapkan bahwa penyelesaian proyek ambisius ini bisa mengalami penundaan dari jadwal yang telah ditetapkan.
"Ya, pasti akan mempengaruhi. Bisa mundur lagi, " ujar Basuki dengan nada prihatin saat ditemui di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025). Ia menambahkan bahwa target penyelesaian ekosistem legislatif dan yudikatif di IKN, yang dijadwalkan rampung pada tahun 2028, sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk menjadikan IKN sebagai pusat politik nasional pada tahun yang sama.
Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur untuk mendukung kedua cabang kekuasaan negara tersebut, baik untuk kantor maupun fasilitas huniannya, terus diupayakan berjalan lancar. Basuki menjelaskan bahwa usulan tambahan anggaran Rp 14, 92 triliun tersebut sejatinya merupakan bagian integral dari kerangka anggaran keseluruhan sebesar Rp 48, 8 triliun yang dirancang untuk pembangunan IKN selama tiga tahun mendatang. "Sebetulnya anggaran yang diusulkan itu kan (tambahan Rp 14, 92 triliun) dalam kerangka Rp 48, 8 triliun. Itu untuk menyelesaikan tiga tahun, " jelas Basuki.
Dengan ditolaknya usulan tambahan anggaran oleh Banggar, besaran anggaran Otorita IKN untuk tahun 2026 dipastikan tetap pada angka Rp 6, 26 triliun. Sebelumnya, dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI, Basuki telah berupaya meminta dukungan penuh dari para wakil rakyat agar tambahan anggaran tersebut tetap dapat dialokasikan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pembangunan tahap kedua IKN dapat diselesaikan sesuai target dalam kurun waktu tiga tahun.
"Dengan tugas yang diberikan kepada kami untuk bisa menyelesaikan pembangunan legislatif dan yudikatif 3 tahun, dan dengan dialokasikan 2026 ini Rp 6, 26 triliun kami masih mohon dukungan bapak-bapak pimpinan dan anggota komisi II DPR RI, nantinya masih ada potensi atau kesempatan mengusulkan anggaran belanja tambahan tahun 2026 ini, " ujar Basuki.
Tambahan anggaran yang diajukan sebelumnya direncanakan untuk membiayai sejumlah proyek prioritas dalam pembangunan IKN tahap kedua. Rinciannya meliputi pembangunan gedung dan kawasan lembaga negara seperti DPR, DPD, MPR, Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), serta masjid. Di samping itu, anggaran juga dialokasikan untuk pembangunan jalan di kawasan yudikatif dan legislatif, serta plaza keadilan, dengan skema multi-years contract (MYC) tahun 2025-2027 senilai Rp 4, 73 triliun. Pembangunan ini bahkan telah dimulai pada tahun 2025 dengan alokasi Rp 3, 68 triliun.
Selain itu, dana tersebut juga akan digunakan untuk pembangunan rumah tapak dan hunian vertikal bagi kalangan legislatif, yudikatif, ASN, dan umum dalam skema MYC tahun 2026-2028 sebesar Rp 4, 42 triliun. Peningkatan infrastruktur jalan di kawasan KIPP dan WP 2, sistem penyediaan air minum (SPAM) dan jaringannya, prasarana bidang sumber daya air (SDA) dan irigasi, serta infrastruktur pendukung aksesibilitas dan utilitas kawasan yudikatif dan legislatif juga direncanakan dalam skema MYC tahun 2026-2028 dengan total Rp 5, 17 triliun.
Untuk mendukung operasional dan pemeliharaan berbagai fasilitas vital seperti Kantor Presiden, Istana Negara, kantor kementerian koordinator, pengelolaan air minum, jalan, kawasan terbuka hijau, embung, serta sistem sanitasi dan persampahan, dibutuhkan anggaran tambahan sebesar Rp 600 miliar.
Sebelumnya, Komisi II DPR RI telah menyetujui pagu anggaran OIKN tahun 2025 sebesar Rp 6, 2 miliar sebagai pagu alokasi anggaran definitif. Angka tersebut terbagi menjadi Rp 644 miliar untuk dukungan manajemen dan Rp 5, 6 triliun untuk pengembangan kawasan strategis. (PERS)