OPINI - Pengakuan nasional dari Kemendes PDTT yang diraih Pemerintah Kabupaten Barru atas inovasi dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat desa, khususnya melalui penguatan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP), patut diapresiasi.
Ini adalah bukti bahwa komitmen politik di tingkat lokal, sebagaimana ditegaskan oleh Bupati Andi Ina Kartika Sari, bisa membuahkan hasil nyata yang diakui oleh pemerintah pusat.
Namun, di balik gemerlap penghargaan dan klaim sukses, muncul beberapa catatan kritis yang perlu disoroti.
Keberhasilan inisiatif ini tidak boleh berhenti pada seremonial, melainkan harus diterjemahkan menjadi dampak ekonomi yang berkelanjutan dan merata bagi seluruh masyarakat Barru.
Visi yang Tepat, Eksekusi yang Harus Diuji
Visi Bupati Barru untuk menjadikan KDMP sebagai "pusat aktivitas ekonomi" yang melampaui fungsi simpan pinjam biasa adalah langkah maju yang sangat krusial.
Dalam konteks ekonomi kerakyatan, koperasi memang harus bertransformasi menjadi lembaga intermediasi produktif yang mengintegrasikan petani, nelayan, dan UMKM ke dalam rantai pasok yang efisien bukan sekadar bank mini desa.
Pembentukan 55 KDMP yang telah berbadan hukum merupakan capaian kuantitas yang impresif. Ini menunjukkan kecepatan dan keseriusan perangkat teknis Pemkab Barru.
Kritik: Antara Jumlah dan Kualitas
Meskipun kuantitas 55 koperasi berbadan hukum patut diacungi jempol, titik kritisnya terletak pada kualitas, kesehatan, dan kemandirian dari koperasi-koperasi tersebut:
1. Ancaman "Koperasi Proyek": Ada kekhawatiran bahwa pembentukan koperasi secara masif dalam waktu singkat cenderung menjadi "koperasi proyek" yang digerakkan oleh top-down (pemerintah daerah), bukan bottom-up (kebutuhan anggota).
Koperasi yang sehat harus tumbuh organik dari partisipasi aktif dan kepemilikan anggota. Apakah 55 KDMP ini sudah memiliki manajemen yang benar-benar mandiri dan tidak bergantung pada suntikan dana atau intervensi Pemkab?
2. Transparansi dan Akuntabilitas yang Berkelanjutan: Bupati mengapresiasi desa yang mengelola koperasi secara transparan. Namun, transparansi harus menjadi norma, bukan pengecualian.
Mekanisme pengawasan internal dan eksternal yang ketat, serta edukasi berkelanjutan kepada anggota mengenai hak dan kewajiban mereka, adalah kunci agar dana koperasi tidak diselewengkan.
3. Akses Pasar dan Pembiayaan yang Nyata: Komitmen Pemkab untuk membuka akses pembiayaan dan pasar harus spesifik. Apa bentuk konkret integrasi dengan bank atau lembaga keuangan lainnya?
Bagaimana Pemkab Barru memastikan produk dari petani/nelayan yang terhubung dengan KDMP dapat bersaing di pasar regional atau bahkan nasional, bukan hanya berputar di pasar lokal saja?
Pengembangan pemasaran digital yang disebutkan harus dibuktikan dengan peningkatan volume transaksi digital koperasi.
Dampak Ekonomi vs Narasi Politik
Yang terpenting, keberhasilan sejati harus diukur dari peningkatan pendapatan riil anggota koperasi dan kontribusi signifikan terhadap PDRB Barru. Narasi politik tentang penghargaan harus segera diganti dengan publikasi data konkret mengenai:
- Rata-rata peningkatan omzet unit usaha koperasi.
- Jumlah penyerapan tenaga kerja.
- Peningkatan Sisa Hasil Usaha (SHU) per anggota.
Kesimpulan: Komitmen Jangka Panjang
Penghargaan Kemendes PDTT adalah lampu hijau yang baik, tetapi tantangan sesungguhnya bagi Bupati Barru adalah mengubah 55 entitas berbadan hukum itu menjadi 55 mesin ekonomi yang kokoh dan independen.
Pemkab Barru harus memastikan bahwa pendampingan intensif yang dijanjikan tidak hanya berbentuk pelatihan awal, tetapi juga pengawasan performa dan mitigasi risiko usaha secara berkala.
Jika Barru berhasil mengawal KDMP hingga koperasi-koperasi ini mandiri, transparan, dan memberikan manfaat ekonomi signifikan, maka mereka benar-benar akan menjadi simbol kemandirian ekonomi masyarakat, melampaui sekadar branding "Merah Putih" yang populer.
Barru, 4 November 2025
Penulis : Ahkam (Jurnalis barru.warta.co.id)








































