MUARA ENIM - Sebuah penemuan janggal dalam rekening koran Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah Indonesia (PMI) Muara Enim telah membuka tabir dugaan korupsi dana Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD). Kejanggalan ini memicu langkah hukum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Muara Enim untuk membongkar praktik yang merugikan ini.
Penyelidikan awal yang dilakukan oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) telah mengerucut pada satu nama: WDA, yang saat ini menjabat sebagai Bendahara UDD PMI Muara Enim. Ia kini resmi ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Muara Enim, Zulfahmi SH MH, didampingi Kasi Intel Arsitha Agustian SH MH dan Kasi Pidsus Krisdiyanto SH MH, menjelaskan bahwa penyelidikan ini bermula dari kecurigaan atas temuan di rekening koran UDD PMI Muara Enim pada tahun 2024. Terdapat pengeluaran yang tercatat mencapai Rp2, 48 miliar, angka yang jauh berbeda dengan laporan pertanggungjawaban resmi yang hanya mencantumkan Rp1, 95 miliar. Selisih ratusan juta rupiah inilah yang menjadi pemicu utama kecurigaan.
Kejanggalan tersebut kemudian diperiksa silang dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-03.h/L.6.15/Fd.1/10/2025. Dari situlah, rangkaian penyimpangan mulai terurai, mengarah pada dugaan kuat bahwa bendahara UDD PMI Muara Enim telah memanipulasi pengelolaan dana BPPD untuk periode 2022 hingga 2024.
Sebagai bendahara, WDA memiliki kendali penuh atas setiap pemasukan dan pengeluaran dana BPPD, yang seharusnya dikelola sesuai aturan Kementerian Kesehatan dan PP PMI, dengan nilai Rp360 ribu per kantong darah. Dalam posisi tersebut, WDA diduga telah menjalankan sejumlah modus penyimpangan yang merugikan.
Modus yang teridentifikasi meliputi pembuatan lima kwitansi palsu untuk pembelian kantong darah. Selain itu, terjadi penambahan angka “1” pada dua invoice, yang mengakibatkan kelebihan pencairan dana masing-masing sebesar Rp100 juta. Tidak hanya itu, mark-up dalam pengadaan snack dan blanko UDD juga turut menjadi temuan. Lebih miris lagi, dana operasional yang seharusnya digunakan untuk kalibrasi, reagen, dan kantong darah, diduga dialihkan untuk kepentingan pribadi.
"Semua rangkaian tindakan ini dilakukan secara sengaja dan sistematis, " tegas Kajari Zulfahmi, menekankan keseriusan kasus ini, Rabu (10/12/2025).
Perbuatan tersangka ini telah dipastikan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp477.809.672, berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatera Selatan.
Lebih lanjut, penyidik menyimpulkan bahwa pengelolaan anggaran di bawah kendali WDA sama sekali tidak mencerminkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan.
Atas perbuatannya, tersangka WDA akan dijerat dengan pasal berlapis. Ancaman hukuman yang menanti adalah 4 hingga 20 tahun penjara, berdasarkan Primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b dan Subsidair: Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b.
Meskipun hasil penyidikan sementara mengindikasikan WDA bertindak sendiri, Kejari Muara Enim tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain yang muncul jika ditemukan adanya aliran dana atau keterlibatan pihak tertentu dalam kasus ini. (PERS)





































