JAKARTA - Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Republik Indonesia tak tinggal diam melihat potensi pelanggaran batas laut yang kerap terjadi. Melalui program pembinaan aparatur daerah dan pemberdayaan masyarakat nelayan, BNPP menyasar pesisir dan pulau-pulau kecil terluar (PPKT) di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Kegiatan yang dipimpin langsung oleh Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara BNPP RI, Dr. Nurdin, pada Rabu (21/5/2025) ini, bertujuan membekali para nelayan dengan pemahaman mendalam tentang batas negara dan alat navigasi yang memadai.
Indonesia, dengan garis pantai yang panjang dan berbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga, menghadapi tantangan serius dalam menjaga kedaulatan maritimnya. Dr. Nurdin menyoroti bahwa kasus penangkapan nelayan Indonesia di wilayah negara tetangga masih sering terjadi, menandakan krusialnya edukasi berkelanjutan.
"Saat ini masih sering terjadi kasus penangkapan nelayan Indonesia di wilayah negara tetangga. Hal ini menunjukkan perlunya edukasi berkelanjutan agar masyarakat pesisir dapat beraktivitas secara aman tanpa melanggar batas maritim negara, " ujar Dr. Nurdin.
Upaya konkret pun digulirkan, salah satunya dengan pemberian alat navigasi sederhana bagi nelayan. Diharapkan, kombinasi alat bantu dan edukasi konsisten mengenai zona batas negara akan meminimalisir risiko pelanggaran.
Lebih jauh, Dr. Nurdin menekankan pentingnya pemulihan ekosistem laut dalam negeri. Ia berpendapat bahwa anggapan ikan lebih banyak di laut negara tetangga harus diakhiri dengan menjaga keseimbangan stok ikan dan kekayaan laut Indonesia.
"Kita perlu mengakhiri anggapan bahwa ikan lebih banyak di wilayah negara tetangga. Untuk itu, ekosistem laut kita harus dipulihkan dan dijaga bersama-sama, " tegas Dr. Nurdin.
Tak hanya itu, BNPP RI juga melakukan kunjungan langsung ke tiga pulau kecil terluar di Bintan: Pulau Berakit, Pulau Malang Berdaun, dan Pulau Sentut. Keterlibatan masyarakat lokal dalam menjaga pulau-pulau vital sebagai titik batas negara ini menjadi fokus penting.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Prioritas Nasional yang dilaporkan melalui Aplikasi Simonev Kantor Staf Presiden. BNPP RI melihat potensi besar dalam pengembangan sektor perikanan dan pariwisata secara kolaboratif.
"Pengembangan sektor perikanan dan pariwisata perlu didorong melalui hilirisasi kebijakan yang tepat sasaran, melibatkan banyak pihak secara terpadu, " ucapnya.
Komitmen BNPP RI tidak berhenti pada pelaksanaan program, melainkan juga mencakup evaluasi berkelanjutan terhadap dampak dan keberhasilan pemberdayaan.
"Dengan kolaborasi lintas kementerian dan lembaga, kita ingin membangun sistem pengelolaan batas negara yang tidak hanya menjaga kedaulatan, tetapi juga membawa kesejahteraan bagi masyarakat perbatasan, " terang Dr. Nurdin.
Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan menyambut baik inisiatif ini dan mengapresiasi Bintan sebagai lokasi pilot project pemberdayaan masyarakat pesisir. Ia berharap kegiatan ini dapat menampung berbagai isu dan edukasi krusial terkait batas negara yang penting bagi nelayan dan pemerintah daerah.
Berbagai narasumber turut hadir, termasuk perwakilan Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepri, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepri. Rina Komaria dari Kemlu memaparkan data mencengangkan: 779 kasus penangkapan nelayan Indonesia di luar negeri antara 2020 hingga Maret 2025.
"Penyebabnya beragam, mulai dari faktor cuaca, keterbatasan alat navigasi, hingga ketidaktahuan batas wilayah negara, " jelas Rina.
Meskipun Kemlu menyediakan pendampingan hukum dan proses repatriasi, Rina menegaskan bahwa pencegahan adalah kunci utama. Edukasi, pengadaan alat navigasi, dan penguatan patroli perbatasan laut menjadi upaya sinergis yang harus dilakukan.
Sekretaris DKP Provinsi Kepri, La Ode M. Faisal, memaparkan program berkelanjutan tahun 2026, termasuk pengelolaan kelautan, perikanan tangkap dan budidaya, serta pengawasan sumber daya laut, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Kegiatan ini juga menyoroti isu strategis di kawasan perbatasan laut Kepri, seperti ancaman kedaulatan, kerusakan lingkungan, serta penyelundupan dan aktivitas ilegal. BNPP RI menyimpulkan masih ada tantangan nyata di lapangan terkait keterbatasan teknologi, pengetahuan nelayan, dan kondisi sosial ekonomi.
Oleh karena itu, edukasi berkelanjutan melalui kerja sama pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan. Pendekatan yang sesuai dengan kearifan lokal dalam memetakan dan menyosialisasikan zona aman penangkapan ikan menjadi krusial. Skema bantuan alat navigasi, pelatihan, serta penyediaan instrumen visual penanda batas negara juga sangat dibutuhkan.
BNPP RI menekankan pentingnya edukasi komprehensif dan berkala, mengingat masih ada kasus berulang penangkapan nelayan yang sama. Isu kemiskinan nelayan juga menjadi pekerjaan rumah bersama, menuntut penciptaan alternatif mata pencaharian berkelanjutan.
Pada akhirnya, BNPP RI menegaskan bahwa pendekatan kolaboratif, edukatif, dan solutif adalah kunci untuk membangun masyarakat perbatasan yang tangguh, sejahtera, berdaya saing, sekaligus memperkuat kedaulatan negara di garis depan. (PERS)