JAKARTA - Upaya menyelamatkan Proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) dari jerat utang terus digarap serius. Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) kini mengemukakan dua opsi strategis untuk mengatasi permasalahan finansial tersebut. Dua skema ini diharapkan dapat membawa KCIC menuju keberlanjutan operasional yang lebih baik.
Opsi pertama yang ditawarkan adalah penyuntikan dana tambahan melalui penambahan modal ekuitas. Sementara skema kedua berfokus pada pengalihan infrastruktur KCIC kepada negara. Hal ini sejalan dengan model kepemilikan infrastruktur kereta api lainnya yang pada umumnya berada di bawah naungan pemerintah.
"Apakah kemudian kita tambahkan equity yang pertama atau kemudian memang ini kita serahkan infrastrukturnya sebagaimana industri kereta api yang lain, infrastrukturnya itu milik pemerintah. Nah ini dua opsi ini yang kita coba tawarkan, " ungkap Chief Operating Officer (COO) BPI Danantara, Dony Oskaria, di Jakarta pada Kamis (09/10/2025).
Dony menekankan bahwa proyek kereta cepat ini sejatinya memberikan kontribusi ekonomi yang tak terbantahkan. Terbukti dari pemangkasan waktu tempuh yang signifikan, serta peningkatan jumlah penumpang yang terus menggembirakan, kini mencapai sekitar 30 ribu orang per hari.
Namun, di balik pencapaian tersebut, keberlanjutan PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai entitas yang menaungi KCIC juga menjadi prioritas utama. "Tapi dari satu sisi kita juga memperhatikan keberlanjutan daripada KAI itu sendiri. Karena KCIC ini sekarang bagian daripada KAI, inilah yang kita cari solusi terbaik, " tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Perkasa Roeslani, telah mengonfirmasi bahwa proses negosiasi restrukturisasi utang KCIC tengah berjalan lancar. Negosiasi ini melibatkan pemerintah Indonesia dan mitra strategis dari China.
"Iya, sedang berjalan (restrukturisasi) dengan pihak China, baik dengan pemerintah China (negosiasi) sedang berjalan, " ujar Rosan usai menghadiri Investor Daily Summit 2025 di Jakarta, Rabu (8/10).
Rosan menambahkan, upaya restrukturisasi ini bukan sekadar solusi jangka pendek. Tujuannya adalah melakukan reformasi menyeluruh pada struktur pembiayaan agar risiko gagal bayar atau masalah serupa tidak terulang di masa depan.
"Untuk kita maunya bukan restrukturisasi yang sifatnya kemungkinan potensi problemnya ke depan itu ada. Jadi kita mau melakukan reformasi secara keseluruhan. Jadi begitu kita restrukturisasi, ke depannya tidak akan terjadi lagi hal-hal seperti ini, seperti keputusan default dan lain-lain, " jelasnya.
Meskipun restrukturisasi utang KCIC berpotensi memengaruhi rencana ekspansi proyek kereta cepat ke Surabaya, Rosan menyatakan bahwa penanganan teknis proyek lanjutan tersebut akan diserahkan sepenuhnya kepada Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan. (PERS)