BARRU - Kabupaten Barru baru saja menutup Festival Budaya Toberu XIV dan Festival Aksara Lontara VI tahun 2025 dengan klaim sukses kolaboratif. Bupati Barru, Andi Ina Kartika Sari, menempatkan perhelatan yang berkolaborasi dengan Kementerian Kebudayaan ini sebagai "hadiah spesial" di awal masa jabatannya, menekankan pentingnya karakter budaya yang kuat.
Namun, pujian yang datang dari Direktur Pengembangan Budaya Digital Kemendikbud, Andi Samsurijal, yang menyebut acara disiapkan dalam "waktu satu bulan dengan anggaran terbatas, " justru mengungkap masalah fundamental.
Apakah Pemkab Barru benar-benar serius memprioritaskan warisan adab emasnya, ataukah hanya sekadar menyelenggarakan event instan untuk kepentingan seremonial politik?
Warisan Kelas Dunia Dikerjakan Tergesa-gesa
Fokus Festival Aksara Lontara adalah melestarikan warisan berharga Barru, termasuk karya pejuang daerah Colliq Pujie Ratna Kencana dan sastra agung I La Galigo.
Colliq Pujie, seorang tokoh perempuan Bugis yang sangat berpengaruh, dikenal luas karena jasanya menyelamatkan dan menyalin bagian-bagian penting dari epos I La Galigo, sebuah karya sastra yang diakui UNESCO sebagai Memory of the World.
Merawat dan mempromosikan warisan kaliber dunia seperti ini membutuhkan strategi kultural yang matang, riset mendalam, dan dukungan finansial yang stabil, bukan manajemen proyek kilat 30 hari.
Persiapan yang serba mendadak dan minimnya anggaran menunjukkan adanya disonansi yang serius antara retorika Bupati tentang "menjaga, merawat, dan memajukan kebudayaan Barru" dengan praktik alokasi sumber daya daerah yang sesungguhnya.
Museum Colliq Pujie: Jangan Sekadar Simbol Kosong
Peresmian Museum Colliq Pujie adalah langkah yang disambut baik, namun kritik tertuju pada tindak lanjutnya. Bupati menargetkan museum ini menjadi "destinasi budaya mancanegara, " merujuk pada pengalamannya di Singapura.
Namun, Museum sebagai jendela internasional memerlukan:
- Kurator dan Tim Riset Profesional: Apakah Museum Barru telah memiliki tim yang mampu menafsirkan I La Galigo dan karya Colliq Pujie secara mendalam untuk audiens global?
- Anggaran Berkelanjutan: Dana untuk operasional, pemeliharaan koleksi, dan program edukasi tidak bisa hanya mengandalkan "hadiah spesial" atau sisa-sisa anggaran. Jika festival saja dibuat serba terbatas, bagaimana nasib pemeliharaan jangka panjang museum?
Pujian tentang "gotong royong" patut dicurigai sebagai pelimpahan beban kerja kepada komunitas budaya lokal. Mereka yang selama ini merawat kebudayaan seharusnya didukung penuh dengan anggaran yang layak, bukan diminta berkorban waktu dan tenaga hanya untuk menutup lubang perencanaan yang bolong.
Pemprov Sulsel sudah mengingatkan perlunya menjadikan pelestarian budaya sebagai "peningkatan berkelanjutan." Jika Pemkab Barru gagal menggeser fokus dari event seremonial ke investasi infrastruktur budaya yang serius, visi Barru menjadi pusat budaya internasional hanya akan berakhir sebagai harapan hampa di balik panggung yang gemerlap.
Barru, 24 November 2025
Penulis : Ahkam (Jurnalis barru.warta.co.id)



































