Palu-Sulawesi Tengah, 16 November 2025 – Penetapan Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan sejumlah pihak sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya terkait dugaan pemalsuan ijazah Presiden Joko Widodo dinilai telah keliru dalam menentukan ranah hukum. Pakar Hukum, Dr. Egar Mahesa, S.H., M.H., menegaskan bahwa kasus keaslian ijazah merupakan ranah Hukum Administrasi Negara, bukan Hukum Pidana.
"Polri tidak memiliki kewenangan untuk membuktikan keaslian suatu ijazah. Ijazah adalah produk Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan. Oleh karena itu, jalur hukum yang tepat untuk menguji keabsahannya adalah melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan melalui penyidikan pidana, " tegas Dr. Egar Mahesa dalam pernyataan tertulisnya, Minggu (16/11/2025).
Dalam analisisnya, Dr. Egar menjelaskan bahwa meskipun Polri memiliki kewenangan menyelidiki tindak pidana berdasarkan UU Kepolisian, kewenangan tersebut tidak berlaku untuk objek sengketa yang merupakan dokumen administrasi negara.
"Penyidikan pidana hanya bisa dilakukan jika ada bukti pemalsuan konkret sesuai Pasal 263 KUHP. Dalam kasus ini, yang dilakukan para tersangka adalah menyampaikan pendapat atau dugaan publik, bukan tindakan memalsukan atau menggunakan ijazah palsu. Dengan demikian, unsur pidana tidak terpenuhi, " paparnya.
Lebih lanjut, Dr. Egar menyoroti tiga alasan yuridis utama mengapa penyidikan ini tidak dapat dilanjutkan:
1. Objek Sengketa Bukan Ranah Pidana: Ijazah adalah produk administrasi.
2. Kewenangan Ada di PTUN: Menurut UU Peradilan Tata Usaha Negara, PTUN-lah yang berwenang memutus sengketa atas suatu KTUN.
3. Polri Tidak Berkompetensi: Polri tidak memiliki alat dan otoritas untuk memverifikasi keaslian dokumen akademik, yang merupakan kewenangan Kemendikbudristek dan universitas.
Dr. Egar menekankan bahwa jika masyarakat meragukan keabsahan ijazah seorang pejabat, langkah hukum yang benar adalah dengan menggugatnya ke PTUN. PTUN akan memeriksa keabsahan dokumen tersebut dengan memanggil pihak universitas dan memutuskan secara hukum.
"Saat ini, penetapan tersangka terhadap Roy Suryo cs berpotensi besar untuk dibatalkan. Mereka dapat mengajukan upaya praperadilan ke Pengadilan Negeri untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka tersebut. Jika terbukti tidak sah, status tersangka dapat dicabut dan mereka berhak atas rehabilitasi nama baik dan ganti rugi, " jelasnya.
Kasus ini, menurut Dr. Egar, merupakan pelajaran penting tentang pentingnya pemisahan ranah hukum yang tegas. Mencampuradukkan hukum pidana dan administrasi negara tidak hanya menimbulkan ketidakpastian hukum, tetapi juga berpotensi menjadi alat kriminalisasi dan politisasi hukum.
"Negara hukum menghendaki setiap lembaga bertindak dalam koridor kewenangannya masing-masing. Kepolisian bertugas menegakkan hukum pidana, sementara keabsahan dokumen negara adalah domain PTUN. Menegakkan hukum dengan benar adalah wujud komitmen pada konstitusi dan keadilan bagi semua warga negara, " pungkas Dr. Egar Mahesa menutup pernyataannya.



































