MANGGARAI - Kejaksaan Negeri Manggarai mengambil langkah tegas dengan menahan dua tersangka baru dalam skandal dugaan korupsi proyek pembangunan gedung di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ruteng. Penahanan ini dilakukan usai pemeriksaan mendalam terhadap mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Gregorius LA Abdimun dan konsultan pengawas Yohanes Paulus Djehabut, yang juga merupakan Direktur CV Acidatama Perkasa (AP).
Langkah penahanan yang diumumkan oleh Kepala Seksi Intelijen Kejari Manggarai, Putu Cakra Ari Perwira, didasarkan pada bukti permulaan yang kuat mengenai adanya perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
“Penahanan ini berdasarkan bukti permulaan yang cukup adanya perbuatan melawan hukum yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi, ” ujar Cakra dalam siaran pers yang diterima Floresa.
Keduanya kini mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Ruteng. Alasan penahanan dikemukakan untuk mencegah kemungkinan mereka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, serta mengulangi perbuatan pidananya.
Penetapan tersangka dan penahanan ini menyusul langkah Kejari Manggarai sebelumnya yang telah menetapkan Sopron Tangkas, Direktur PT Bellindo Timor Sejahtera (BTS) selaku kontraktor pelaksana proyek, sebagai tersangka dan menahannya di Rutan Kelas IIB Kupang pada 3 Desember lalu.
Dalam upaya pengusutan kasus ini, Kejaksaan telah memeriksa 32 saksi dan empat ahli. Sitaan berupa 145 dokumen serta uang tunai Rp200.000.000 dari tersangka Yohanes Paulus Djehabut turut memperkuat bukti yang ada.
Kerugian Negara Mencapai Belasan Miliar Rupiah
Dugaan korupsi pembangunan gedung Central Sterile Supply Department (CSSD) dan Laundry ini ternyata menimbulkan kerugian negara yang tidak sedikit, diperkirakan mencapai Rp16.431.845.586. Cakra membeberkan, Abdimun diduga lalai dalam menjalankan tugasnya, termasuk tidak memutus kontrak dengan PT BTS meski mengetahui keterlambatan pekerjaan. Ia juga tidak melakukan perhitungan dan penagihan denda keterlambatan, serta membiarkan kontraktor mempekerjakan personel yang tidak sesuai spesifikasi kontrak.
“Tersangka juga tidak melakukan perhitungan maupun penagihan atas denda yang timbul dari tidak selesainya pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati dalam kontrak, ” jelas Cakra.
Lebih lanjut, Abdimun juga dituding membiarkan gedung CSSD tersebut terbengkalai dengan menyetujui pencairan dana sebelum serah terima pekerjaan, padahal kondisi bangunan tidak sesuai progres di lapangan. Sementara itu, Djehabut diduga tidak melakukan pengawasan yang memadai, menyebabkan adanya kelebihan pembayaran.
“Tersangka ‘tidak melakukan pengawasan dengan baik sesuai dengan yang telah disepakati dalam kontrak’, ” tambah Cakra.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Bantahan Abdimun: Fokus pada Itikad Kontraktor
Menariknya, penetapan tersangka dan penahanan Abdimun terjadi di tengah pengakuannya mengenai dugaan suap yang melibatkan beberapa jaksa di Kejari Manggarai. Ia sebelumnya mengungkap adanya dugaan suap dari kontraktor, pejabat dinas, dan Bupati Herybertus GL Nabit untuk menghentikan penyidikan kasus korupsi bawang merah di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan.
Dalam wawancara beberapa jam sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Abdimun justru mengklaim bahwa masalah utama proyek Gedung CSSD dan Laundry terletak pada kurangnya itikad baik PT BTS untuk menyelesaikan atau mengembalikan temuan kerugian negara. Ia merinci adanya denda keterlambatan yang telah ditetapkan sebesar Rp63.315.612, 19 yang belum ditindaklanjuti oleh kontraktor.
“Denda keterlambatan yang ditetapkan oleh PPK adalah Rp63.315.612, 19, ” kata Abdimun, “tetapi belum ditindaklanjuti oleh kontraktor pelaksana.”
Abdimun memaparkan rincian temuan kerugian negara dari beberapa pemeriksaan, termasuk dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat Kabupaten Manggarai. Total temuan yang harus disetorkan ke kas negara/daerah mencapai Rp237.277.250, namun baru Rp10.000.000 yang dikembalikan oleh PT BTS.
Ia menegaskan, hingga kini ia belum mengetahui secara pasti dugaan maupun jumlah nilai kerugian keuangan negara pada proyek tersebut.
Proyek pembangunan Gedung CSSD dan Laundry RSUD dr. Ben Mboi Ruteng ini sendiri menelan dana kontrak awal Rp9.970.962.550 dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2020. Penyelidikan dugaan korupsi ini dilaporkan mulai dilakukan pada April 2025.
“Selama beberapa tahun gedung CSSD dan Laundry RSUD dr. Ben Mboi Ruteng, pada selasar selatan, dijadikan sebagai tempat untuk menampung sampah, ” kenang Abdimun, menggambarkan kondisi memprihatinkan dari fasilitas yang seharusnya vital bagi operasional rumah sakit. (PERS)


















































