MOROWALI, Sulawesi Tengah– Tangis Ramdana R. N. (24) membelah keheningan Morowali, Sulawesi Tengah. Kehilangan bayi yang dinantikannya berubah menjadi mimpi buruk akibat dugaan malpraktik yang dilakukan oleh Rumah Sakit Bungku dan Puskesmas Bahomotefe. Kasus ini tidak hanya menyayat hati keluarga, tetapi juga memicu gelombang kemarahan publik dan membuka tentang kualitas pelayanan kesehatan di daerah.
Ramdana, seorang ibu muda yang penuh semangat, telah mempersiapkan diri menyambut kehadiran buah hatinya. Namun, kebahagiaan itu sirna dalam sekejap. Berdasarkan penuturannya, Ramdana telah mengajukan permohonan operasi caesar (SC) sejak jauh hari. Pasalnya, hasil pemeriksaan USG dari dua dokter yang berbeda, yaitu DR. Hendra (spesialis kandungan) dan DR. Ani (dokter umum), menunjukkan bahwa bayinya memiliki ukuran yang relatif besar.
"Saya sudah khawatir dari awal. Hasil USG dari dua dokter itu sama, bayi saya besar. Saya takut kalau melahirkan normal akan ada komplikasi, " beber Ramdana.
Dengan membawa hasil USG dan rujukan dari Puskesmas, Ramdana berharap dapat segera ditangani di RS Bungku. Namun, alih-alih mendapatkan penanganan yang sesuai, ia justru dipaksa untuk melahirkan secara normal.
"Dokter spesialis di RS Bungku (dr. wanita) bilang bayi saya kecil, hanya 2, 8 kg. Dia bilang saya bisa melahirkan normal dan dialah yang paling tahu karena dia spesialis. Saya bingung, kenapa data dari dua dokter sebelumnya tidak dipercaya?" lanjut Ramdana dengan nada penuh kebingungan.
Merasa tidak yakin, Ramdana akhirnya dipulangkan dan disarankan untuk melahirkan normal di Puskesmas Bahomotefe. Dua minggu kemudian, saat kontraksi mulai terasa, Ramdana kembali mendatangi Puskesmas dan memohon untuk dirujuk dan dioperasi caesar.
"Saya sudah memohon-moohon, apalagi saat ketuban saya pecah jam 2 malam. Saya bilang saya tidak yakin bisa melahirkan normal karena bayi saya besar. Tapi mereka bilang harus tunggu rujukan dari RS Bungku di-ACC dulu, " tutur Ramdana sambil terisak.
Penantian selama 8 jam terasa seperti siksaan bagi Ramdana. Saat kepala bayi sudah berada di jalan lahir, barulah ia mendapatkan izin untuk melahirkan. Dengan sisa tenaga yang ada, Ramdana berjuang sekuat tenaga. Namun, setelah hampir 3 jam berjuang, bayi yang dinantikannya lahir dalam kondisi meninggal dunia.
"Saya lemas, saya tidak bisa berkata apa-apa. Bayi saya meninggal, padahal saya sudah berjuang sekuat tenaga. Saya merasa bersalah, kenapa saya tidak bisa menyelamatkan anak saya, " lirih Ramdana dengan air mata yang terus mengalir.
Selain kehilangan sang buah hati, Ramdana juga mengalami luka sobekan yang parah dan trauma psikologis yang mendalam. Ia merasa diperlakukan tidak adil dan tidak mendapatkan pelayanan yang seharusnya.
Keluarga Ramdana tidak terima dengan kejadian ini. Mereka meyakini bahwa kematian bayi Ramdana disebabkan oleh serangkaian kelalaian medis yang dilakukan oleh pihak RS Bungku dan Puskesmas Bahomotefe.
" Dengan tegas menyatakan, "Kami menuntut keadilan! Kami ingin tahu kenapa bayi kami meninggal. Kami ingin pihak rumah sakit dan puskesmas bertanggung jawab atas apa yang terjadi."
Kasus ini dengan cepat menyebar di media sosial dan memicu gelombang kemarahan publik. Tagar #RSBungkuBerduka dan #KeadilanUntukRamdana menjadi trending topic, diiringi ribuan komentar dukungan dan simpati untuk Ramdana dan keluarganya.
Banyak warganet yang mengecam tindakan pihak rumah sakit dan puskesmas yang dinilai lalai dan tidak profesional. Mereka menuntut adanya investigasi yang transparan dan pemberian sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Keluarga Ramdana telah menunjuk kuasa hukum untuk memperjuangkan keadilan. Mereka berencana untuk menggugat RS Bungku dan Puskesmas Bahomotefe atas dugaan malpraktik dan kelalaian medis yang menyebabkan kematian bayi Ramdana.
"Kami akan menempuh jalur hukum untuk mencari keadilan. Kami ingin agar kasus ini diusut tuntas dan para pelaku kelalaian medis mendapatkan hukuman yang setimpal, " ujarnya.
Selain itu, sejumlah organisasi masyarakat sipil dan lembaga bantuan hukum juga telah menawarkan bantuan kepada Ramdana untuk memperjuangkan hak-haknya. Mereka berjanji akan mengawal kasus ini hingga tuntas dan memastikan bahwa keadilan dapat ditegakkan.
Tragedi yang menimpa Ramdana menjadi tamparan keras bagi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, khususnya di daerah terpencil. Kasus ini menyoroti masalah kurangnya fasilitas, tenaga medis yang kompeten, dan standar pelayanan yang memadai.
Semoga, kasus ini menjadi momentum untuk melakukan evaluasi dan perbaikan menyeluruh dalam sistem pelayanan kesehatan. Pemerintah dan pihak terkait harus segera mengambil langkah-langkah konkret untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, khususnya bagi ibu hamil dan bayi.
"Jangan sampai ada 'Ramdana' lain yang menjadi korban. Kita harus belajar dari kasus ini dan memastikan bahwa setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan yang terbaik dan keselamatan mereka terjamin, " pungkas Malik salah satu Masyarakat Morowali.

Demikian halnya Anggota DPRD Morowali, Muslimin Dg Masiga, yang dikenal dengan tagname MDM itu geram setelah mengetahui seorang bayi warga Bahomotefe meninggal dunia dalam proses persalinan yang diduga kuat akibat kelalaian pelayanan medis. Tragedi Bayi Bahomotefe ini memicu reaksi keras dari MDM.
Politisi Partai Demokrat itu menilai bahwa situasi yang terjadi ini mengindikasikan adanya masalah serius dalam penanganan medis di RSUD Morowali dan Puskesmas Bahomotefe.
"DPRD tidak bisa tinggal diam. Kami mendesak dilakukan pemeriksaan total, audit medis menyeluruh, dan rapat dengar pendapat dengan seluruh pihak terkait, ” tegas MDM, Minggu (23/11/2025).
Hingga berita ini diturunkan, pihak RS Bungku dan Puskesmas Bahomotefe belum memberikan komentar resmi terkait tudingan kelalaian medis yang dilayangkan oleh keluarga Ramdana. Namun, sejumlah sumber internal mengindikasikan bahwa pihak rumah sakit dan puskesmas tengah melakukan investigasi internal untuk mencari tau yang sebenarnya.













































