Kehadiran TNI di Papua: Menjaga Konstitusi, Bukan Menindas Rakyat

4 hours ago 3

JAKARTA - Pernyataan provokatif kembali dilontarkan oleh kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Mereka menolak rencana pembangunan pos militer TNI di Puncak Jaya dan sembilan wilayah lain yang mereka klaim sebagai “zona perang.” Tidak hanya itu, kelompok separatis tersebut bahkan mengancam akan menyerang aparat TNI-Polri serta memberi ultimatum kepada masyarakat non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut. Kamis (4/9/2025).

Ancaman ini menuai kecaman luas. Selain menyesatkan, langkah TPNPB-OPM jelas bertentangan dengan hukum, konstitusi, dan nilai kemanusiaan. Sebab, kehadiran TNI di Papua bukanlah bentuk penindasan, melainkan langkah legal dan konstitusional dalam menjaga kedaulatan negara serta melindungi masyarakat sipil.

Kehadiran yang Sah Secara Hukum

Landasan konstitusional kehadiran TNI di Papua sangat jelas. Pasal 30 UUD 1945 menegaskan bahwa TNI adalah alat negara yang bertugas menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta keselamatan bangsa. Selain itu, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI memberikan mandat kepada prajurit untuk menjalankan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk mengatasi gerakan separatis bersenjata dan mengamankan wilayah perbatasan.

Bahkan, Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi TNI menegaskan peran Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) sebagai garda terdepan dalam menghadapi ancaman strategis. Artinya, pembangunan pos militer di Papua bukanlah provokasi, melainkan upaya sah negara untuk menjaga stabilitas keamanan di daerah rawan konflik.

Melindungi Rakyat, Mendukung Pembangunan

Tujuan utama pembangunan pos militer di Papua tidak lain untuk menjamin keselamatan masyarakat sipil, melindungi jalannya pembangunan nasional, dan mencegah penyebaran kekerasan bersenjata. Kehadiran TNI dipadukan dengan pendekatan teritorial yang humanis. Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua.

Dalam implementasinya, TNI tidak hanya hadir sebagai kekuatan militer, tetapi juga aktif mendukung pemerintah daerah dalam pelayanan dasar, kesehatan, pendidikan, hingga membangun komunikasi sosial yang inklusif dengan masyarakat. Pendekatan inilah yang membedakan TNI dari kelompok bersenjata: melindungi rakyat dengan kasih, bukan menebar ketakutan.

Ancaman TPNPB dan Pelanggaran HAM

Sebaliknya, rekam jejak TPNPB menunjukkan tindakan yang justru melanggar hukum nasional dan internasional. Serangan terhadap guru, tenaga medis, pekerja infrastruktur, hingga fasilitas umum sudah berulang kali terjadi. Tindakan ini memenuhi unsur tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Lebih jauh, aksi brutal mereka juga melanggar Hukum Humaniter Internasional. Prinsip Distinction (membedakan kombatan dan sipil), Proportionality (mencegah kerugian besar bagi warga sipil), serta Precaution (menghindari serangan membabi buta) jelas diabaikan oleh kelompok separatis tersebut.

Kehadiran NKRI, Bukan Penindasan

Negara melalui TNI hadir di Papua bukan untuk menindas, tetapi untuk memastikan hak dasar setiap warga negara terpenuhi: rasa aman, perlindungan dari ancaman, serta kesempatan menikmati pembangunan yang adil. Kehadiran TNI tunduk pada prinsip legalitas, akuntabilitas, dan profesionalitas yang diawasi secara internal maupun eksternal.

Upaya TPNPB-OPM menciptakan teror hanya akan menambah penderitaan masyarakat. Karena itu, tegas ditegaskan: tidak ada tempat bagi kekerasan dan propaganda separatis di dalam negara hukum.

TNI akan terus menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, profesional, dan berorientasi pada perlindungan HAM. Di tengah ancaman senjata, TNI tetap hadir sebagai representasi negara yang menjaga Papua agar tetap damai dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Authentication:

Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Karya | Politics | | |