GAZA - Perlahan namun pasti, bayangan kelaparan yang mengerikan diprediksi akan semakin meluas di Gaza, merambah kawasan tengah dan selatan wilayah tersebut pada akhir September mendatang. Sebuah peringatan keras datang dari Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC), sebuah inisiatif global yang memantau kelaparan dengan dukungan institusi dunia.
IPC menggarisbawahi bahwa kelaparan telah dipastikan di Kegubernuran Gaza, tempat Kota Gaza berada. Proyeksi mengerikan ini tidak berhenti di situ. Laporan terbaru dari IPC mengungkapkan bahwa kelaparan diperkirakan akan menyebar ke Kegubernuran Deir al-Balah di Gaza tengah, serta Kegubernuran Khan Younis di Gaza selatan, seiring berakhirnya bulan September.
Meski IPC sendiri tidak mengeluarkan deklarasi resmi kelaparan, temuan mereka menjadi dasar penting bagi pemerintah dan badan internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk mengambil langkah deklarasi kelaparan. Ini bukan sekadar angka, ini adalah gambaran nyata dari jutaan nyawa yang terancam.
Lebih dari setengah juta jiwa di Jalur Gaza dilaporkan tengah menghadapi kondisi Fase 5, yang digambarkan sebagai tingkat kerawanan pangan yang sangat parah dan katastropik. Tak hanya itu, sekitar 1, 07 juta orang, atau 54?ri total populasi, kini berada dalam kondisi Fase 4, sebuah keadaan darurat pangan yang mengkhawatirkan.
Menyayat hati, antara pertengahan Agustus hingga akhir September 2025, hampir sepertiga dari seluruh penduduk Gaza, sekitar 641.000 orang, diprediksi akan mengalami kondisi katastropik (Fase 5). Jumlah warga yang menghadapi tingkat darurat pangan juga diperkirakan akan melonjak menjadi 1, 14 juta orang.
IPC sendiri mengakui bahwa angka-angka ini kemungkinan besar masih merupakan perkiraan yang lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mengklasifikasikan Gaza utara secara akurat karena hambatan akses. Perkiraan ini juga belum mencakup sisa populasi di Rafah, wilayah selatan Gaza, yang sebagian besar kini tidak berpenghuni.
Krisis pangan yang melanda Gaza ini semakin memburuk sejak gencatan senjata antara Israel dan Hamas berakhir pada Maret lalu, yang diikuti dengan pengetatan blokade bantuan ke wilayah tersebut. Laporan mengenai meningkatnya jumlah kematian akibat malnutrisi dan gambaran menyedihkan dari anak-anak yang menderita serta antrean panjang untuk mendapatkan makanan, semakin menambah kepedihan situasi ini. (PERS)