PANGKEP SULSEL— Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jurnalis Nasional Indonesia (DPD JNI) Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Herman Djide, kembali menyampaikan pandangannya terkait kondisi pembangunan daerah, khususnya peran dinas-dinas yang dianggap belum menunjukkan kreativitas dalam menjalankan tugasnya. Hal tersebut ia ungkapkan dalam sebuah diskusi santai di Warkop Surya Ruko Palampang , Pangkajene, Kamis (11/12/2025).
Dalam diskusi tersebut, Herman Djide menegaskan bahwa kreativitas perangkat dinas merupakan salah satu kunci percepatan pembangunan daerah. Tanpa inovasi, kata dia, program pemerintahan akan terus berjalan monoton dan tidak menyentuh kebutuhan masyarakat secara nyata.
Ia menjelaskan bahwa salah satu gambaran dinas yang tidak kreatif adalah ketika kegiatan yang dilakukan hanya copy–paste dari tahun sebelumnya. Tidak ada program baru yang muncul dari analisis persoalan daerah, hanya rutinitas yang terus berulang.
Herman juga menyoroti sikap sejumlah dinas yang terlalu kaku dalam mengikuti prosedur. Menurutnya, aturan memang penting, namun kreativitas diperlukan untuk mencari solusi alternatif yang bisa mempercepat pelayanan dan meningkatkan efektivitas program.
Dalam pemaparannya, ia menegaskan bahwa beberapa dinas masih belum mampu membaca potensi daerah. Baik potensi pertanian, perikanan, UMKM, hingga pariwisata sering kali tidak tergarap maksimal karena minimnya riset dan visi pembangunan.
Selain itu, Herman menilai kolaborasi lintas sektor masih sangat lemah. Kampus, komunitas, dan dunia usaha sebenarnya dapat menjadi mitra strategis, namun kurang dimanfaatkan sehingga ide-ide kreatif tidak masuk ke lingkungan pemerintahan.
Ia turut menyinggung minimnya pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan. Kondisi ini menyebabkan sejumlah program tidak sesuai kebutuhan lapangan, bahkan tidak dimanfaatkan oleh warga karena tidak menjawab persoalan yang mereka hadapi.
Herman juga mengkritisi dinas yang masih mengabaikan teknologi dalam pelayanan publik. Padahal, digitalisasi dapat mempercepat proses, mengurangi biaya, dan meningkatkan transparansi dalam pengelolaan anggaran serta data.
Menurutnya, masalah lain yang tak kalah serius adalah pola kebijakan yang tidak berbasis data. Keputusan yang diambil berdasarkan asumsi, katanya, berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran dan program yang tidak tepat sasaran.
Herman menyoroti kecenderungan boros anggaran pada kegiatan seremonial dan perjalanan dinas. Ia menegaskan bahwa anggaran seharusnya diprioritaskan pada program-program yang berdampak langsung kepada masyarakat.
Ia menambahkan bahwa evaluasi internal dinas juga masih lemah. Laporan dibuat seolah-olah semua berjalan baik, padahal kondisi di lapangan menunjukkan minimnya perubahan signifikan.
Herman memandang bahwa pegawai dinas seharusnya menjadi motor kreativitas. Namun budaya kerja yang monoton dan kepemimpinan yang tidak visioner membuat semangat pegawai untuk berinovasi menjadi rendah.
Di akhir diskusi, ia menegaskan bahwa dinas yang tidak kreatif pada akhirnya tidak memiliki capaian pembangunan yang terlihat. Program lima tahunan berjalan tanpa peningkatan berarti bagi ekonomi, pelayanan, maupun kualitas hidup masyarakat.
Herman Djide menutup diskusi dengan harapan agar seluruh dinas di Kabupaten Pangkep mampu melakukan pembenahan. Ia mengajak pemerintah daerah untuk mendorong semangat inovasi, memperkuat kolaborasi, dan menempatkan pelayanan masyarakat sebagai prioritas utama demi terwujudnya daerah yang maju dan berdaya saing.
Berikut gambaran Dinas yang tidak kreatif dalam membangun daerah, disusun secara jelas dan mudah dipahami:
1. Tidak Memiliki Inovasi Baru
Dinas hanya menjalankan rutinitas tahunan tanpa mencoba membuat program baru yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Semua kegiatan copy–paste dari tahun sebelumnya.
2. Mengikuti Prosedur Secara Kaku
Aturan memang penting, tetapi dinas yang tidak kreatif biasanya terlalu kaku, tidak berani mencari solusi alternatif meski ada peluang untuk mempercepat pelayanan atau meningkatkan hasil program.
3. Tidak Mampu Membaca Potensi Daerah
Potensi lokal seperti pertanian, perikanan, pariwisata, UMKM, dan lingkungan tidak diolah menjadi program pengembangan. Banyak peluang daerah yang tidak tersentuh karena tidak ada visi dan riset.
4. Minim Kolaborasi
Dinas jarang bekerja sama dengan kampus, komunitas, perusahaan, atau lembaga lain. Akibatnya, ide-ide baru tidak masuk dan program hanya berjalan apa adanya.
5. Tidak Melibatkan Masyarakat
Masyarakat tidak dilibatkan dalam perencanaan. Akibatnya, program yang dibuat sering tidak tepat sasaran, tidak dibutuhkan, atau tidak dimanfaatkan.
6. Mengabaikan Teknologi
Dinas yang tidak kreatif cenderung alergi dengan digitalisasi. Padahal teknologi bisa mempermudah pelayanan, pengawasan budget, hingga promosi daerah.
7. Tidak Berdasarkan Data
Kebijakan dibuat berdasarkan asumsi, bukan data. Tanpa data yang kuat, perencanaan lemah, pelaksanaan tidak terarah, dan hasil sering tidak terlihat.
8. Boros Anggaran Tanpa Hasil
Karena tidak kreatif, anggaran habis hanya untuk kegiatan seremonial, perjalanan dinas, atau program yang tidak memiliki dampak nyata.
9. Tidak Ada Evaluasi Jujur
Kegagalan program tidak dievaluasi secara serius. Semua laporan dibuat indah, padahal di lapangan tidak ada perubahan.
10. Pegawai Tidak Termotivasi
Budaya kerja monoton dan pimpinan kurang visioner membuat pegawai tidak bersemangat memberikan gagasan baru.
11. Lambat Menyesuaikan Perubahan
Tantangan global seperti perubahan iklim, ekonomi digital, dan kebutuhan generasi muda diabaikan. Dinas tetap bekerja “gaya lama” meski zaman sudah berubah.
12. Tidak Punya Capaian yang Terlihat
Daerah tidak mengalami peningkatan signifikan, baik dari segi ekonomi, pelayanan, maupun kualitas hidup masyarakat. Program 5 tahun terasa sama saja dengan sebelumnya.
13. Mewakili Pemerintah Tanpa Semangat Pelayanan
Dinas bekerja hanya sebagai formalitas, bukan sebagai motor penggerak pembangunan. Pelayanan lambat, koordinasi buruk, dan publik kesulitan berurusan. ( Kasma)


















































