Kolaborasi Mahkamah Agung ASEAN Selenggarakan Workshop Revisi Program Pelatihan Hakim TPPO

1 day ago 8

BANGKOK  – Mahkamah Agung Republik Indonesia, bersama Mahkamah Agung Filipina dan Mahkamah Agung Thailand, sukses menyelenggarakan Workshop on the Revision and Implementation of the 2018 Model Professional Development Program for ASEAN Judges on Trafficking in Persons pada 14–15 Mei 2025 di Hotel Marriott Marquis, Bangkok. Kegiatan ini berada dalam kerangka kerja Working Group on Judicial Education and Training (WG-JET) di bawah naungan Council of ASEAN Chief Justices (CACJ).

Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Badan Strategi Kebijakan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA RI, Philippines Judicial Academy, Judicial Training Institute Thailand, serta Sekretariat CACJ Indonesia dan Thailand. Dukungan juga datang dari United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dan ASEAN-Australia Counter Trafficking (ASEAN-ACT).

Menindaklanjuti Deklarasi Cebu
Workshop ini merupakan langkah nyata WG-JET dalam melaksanakan mandat Butir 12 (iii) Deklarasi Cebu, yaitu untuk meninjau dan mengusulkan adopsi model program pengembangan profesional bagi hakim dalam menangani perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) oleh lembaga peradilan ASEAN.

Sebagai latar belakang, UNODC pada tahun 2018 menyusun model pelatihan pertama bagi hakim ASEAN terkait TPPO, menyusul penandatanganan ASEAN Convention Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (ACTIP) pada 2015. Model ini bertujuan memperkuat kapasitas hakim melalui pendekatan berbasis korban, responsif terhadap gender, serta mendorong kerja sama lintas batas dalam memberantas perdagangan manusia.

Fokus pada Pendekatan yang Peka Terhadap Korban
Dalam sambutannya, YM Dr. Lucas Prakoso, SH., MH., mewakili Co-Chair WG-JET Indonesia, menekankan pentingnya pelatihan yang menanamkan pengetahuan, sensitivitas, dan keterampilan bagi hakim dalam menangani kasus TPPO.

“Pendekatan yang berpusat pada korban dan responsif terhadap gender menjadi kunci utama. Terlebih, penyalahgunaan teknologi dalam kejahatan transnasional juga menjadi tantangan yang tak bisa diabaikan, ” ujarnya.

Data International Labour Organization (ILO) menunjukkan lebih dari 11 juta korban kerja paksa berada di Asia Pasifik. Di Asia Tenggara, sekitar 83% korban TPPO perempuan dieksploitasi secara seksual, sementara 82% laki-laki menjadi korban kerja paksa. Laporan Global Report on Trafficking in Persons 2024 juga mencatat bahwa 74% pelaku TPPO beroperasi sebagai sindikat kejahatan terorganisir, menambah kompleksitas penanganan.

Peserta dan Agenda Workshop
Sebanyak 50 peserta hadir, mewakili lembaga peradilan dari negara-negara ASEAN, UNODC, dan ASEAN-ACT. Masing-masing negara mengirimkan dua delegasi: seorang hakim spesialis TPPO dan seorang perwakilan dari lembaga pelatihan yudisial.

Delegasi dari Mahkamah Agung RI dipimpin oleh Dr. Lucas Prakoso, SH., MH., didampingi oleh jajaran pejabat struktural dan fungsional seperti Bambang Hery Mulyono, Dr. Sriti H. Astiti, Rikatama Budiyantie, Dr. Aria Suyudi, Dr. Dian Rositawati, dan Dr. Edy Hudiata.

Workshop dibuka dengan sambutan dari para pimpinan WG-JET dan mitra internasional, termasuk Justice (Ret.) Rosmari Carandang, Ms. Pakakrong Sritongsook, Dr. Rebecca Miller dari UNODC, serta Duta Besar Australia untuk ASEAN H.E. Tiffany McDonald yang hadir secara virtual.

Penyederhanaan Modul dan Inovasi
Workshop ini berhasil menyepakati penyederhanaan dari 12 menjadi 11 modul pelatihan. Modul 4 dan 5 digabung, sementara Modul 3 dipindahkan ke urutan terakhir. Penyempurnaan juga mencakup integrasi isu terbaru seperti penggunaan bukti elektronik dan perlindungan data pribadi.

Modul pelatihan yang ditinjau meliputi aspek dasar hukum TPPO, manajemen perkara, kerja sama internasional, hingga penulisan putusan. Penyempurnaan ini diharapkan menjawab kebutuhan saat ini dan menjadi standar pelatihan yang efektif bagi para hakim ASEAN.

Langkah Lanjutan
Proses penyusunan akhir modul akan berlanjut sepanjang tahun 2025 dan 2026, dimulai dengan Validation Workshop yang dijadwalkan pada akhir Juli 2025. Setelah itu akan diadakan Judicial Knowledge Exchange dalam dua gelombang: gelombang pertama untuk Laos, Malaysia, Singapura, dan Thailand; gelombang kedua untuk Brunei, Kamboja, Myanmar, dan Vietnam. (PERS)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |