OPINI - Komitmen Pemerintah Kabupaten Barru untuk memperkuat Ketahanan Pangan dengan melindungi lahan sawah, seperti yang diikrarkan pasca Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Perlindungan Lahan Sawah pada Senin (11/2025), terasa berbanding terbalik dengan kondisi faktual di lapangan.
Janji-janji luhur soal sinkronisasi data dan percepatan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) seolah hanya menjadi narasi di atas kertas, sementara gelombang masif alih fungsi lahan sawah produktif menjadi kawasan perumahan dan bangunan komersial terus terjadi tanpa kendali yang berarti.
Wakil Bupati Barru, Dr. Ir. Abustan A. Bintang, M.Si., menegaskan kesiapan Barru menindaklanjuti arahan pusat mulai dari akurasi data Lahan Sawah Dilindungi (LSD) hingga percepatan revisi RTRW.
Namun, bagi masyarakat dan pemerhati lingkungan, pernyataan ini terasa seperti gertak sambal di tengah maraknya pembangunan properti yang menghancurkan bentang alam sawah.
Ironisnya, saat Rakornas tengah membahas moratorium penerbitan KKPR di atas lahan sawah, kenyataan di Barru menunjukkan sebaliknya, petak-petak sawah yang seharusnya dilindungi sebagai Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) justru dengan cepat berganti rupa menjadi pondasi-pondasi rumah, bangunan masjid dan komplek ruko.
Kritik tajam dari Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, mengenai ketidaksesuaian data di lapangan di mana sawah yang sudah beralih fungsi masih tercatat sebagai lahan pertanian menjadi cerminan sempurna bagi Barru.
Kehilangan Lahan Baku Sawah (LBS) akibat legalisasi pembangunan nampaknya lebih diutamakan, mengabaikan peringatan Wakil Menteri Pertanian Sudaryono bahwa lahan adalah faktor produksi pangan yang tidak tergantikan.
Instruksi Mendagri Tito Karnavian yang menuntut data harus akurat, terverifikasi, dan terintegrasi agar Barru tidak kehilangan sawah produktif, seharusnya memicu tindakan nyata, bukan sekadar komitmen verbal.
Banyak pihak menduga, sinkronisasi data yang dijanjikan Pemkab Barru bersama Kantor Pertanahan (BPN) hanya akan menjadi upaya untuk melegitimasi dan mencuci dosa alih fungsi lahan yang sudah terlanjur terjadi.
Target revisi RTRW paling lambat Februari 2026 terasa terlambat jika laju konversi lahan sawah produktif saat ini dibiarkan terus berjalan masif.
“Kami berkomitmen menjaga lahan sawah sebagai penopang ketahanan pangan daerah, ” kata Wabup Abustan.
Namun, komitmen ini hanya akan memiliki makna jika Pemkab Barru berani melakukan audit independen terhadap izin-izin pembangunan yang telah diterbitkan di atas lahan sawah produktif dalam beberapa tahun terakhir dan menghentikan segera segala bentuk alih fungsi lahan sawah eksisting yang masih menjadi sumber penghidupan petani.
Tanpa tindakan korektif yang drastis dan pengawasan alih fungsi lahan yang transparan dan ketat, janji-janji Pemkab Barru pasca-Rakornas ini hanyalah retorika yang terbungkus rapi, sementara ancaman krisis pangan lokal akibat hilangnya lahan pertanian kian mendekati kenyataan.
Barru, 22 November 2025
Penulis : Ahkam (Jurnalis barru.warta.co.id)

















































