FAKFAK – Lembaga Adhyaksa di Fakfak tak tinggal diam. Kamis, 11 Desember 2025, menjadi hari penanda dimulainya babak baru dalam pengusutan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan Tambahan Uang Saku Program Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK) di lingkungan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Fakfak. Penetapan dua tersangka ini sekaligus menegaskan komitmen Kejaksaan Negeri Fakfak dalam memperingati Hari Antikorupsi Sedunia 2025.
Dua nama yang kini menyandang status tersangka adalah MA, yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pendidikan Menengah sekaligus Pelaksana Tugas Kepala Disdikpora Fakfak, serta RU, seorang staf di Bidang Pendidikan Menengah Disdikpora Fakfak. Keputusan ini diambil setelah melalui serangkaian proses penyidikan yang intensif sejak Surat Perintah Penyidikan diterbitkan pada 17 September 2025.
Kepala Kejaksaan Negeri Fakfak, Toman E. L. Ramandey, memberikan penegasan bahwa penetapan tersangka ini telah melalui kajian mendalam. “Tim penyidik telah memenuhi ketentuan minimal dua alat bukti yang sah, sehingga langkah penetapan tersangka dapat dilakukan secara objektif, profesional, dan sesuai hukum, ” ungkapnya.
Proses penetapan tersangka, yang tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka masing-masing atas nama RU dan MA pada 11 Desember 2025, disebut Ramandey telah sesuai prosedur, termasuk pemeriksaan administrasi dan kecukupan bukti permulaan.
Dari jalannya penyidikan, tim menemukan sejumlah fakta yang mengkhawatirkan. Sebanyak 33 orang saksi dimintai keterangan, satu alat bukti surat berupa Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja Keuangan Negara (LHPKKN) dikumpulkan, serta disitanya sejumlah barang bukti yang telah mendapat penetapan sah dari pengadilan. Barang bukti tersebut meliputi 270 dokumen, dua unit laptop, dan uang tunai senilai Rp85 juta. “Seluruh barang bukti telah diamankan untuk memperkuat pembuktian dalam proses persidangan nanti, ” ujar Ramandey.
Berdasarkan perhitungan kerugian negara oleh BPKP Perwakilan Papua Barat, angka fantastis sebesar Rp1.326.000.000 (satu miliar tiga ratus dua puluh enam juta rupiah) terungkap. Kerugian ini timbul akibat penyaluran uang saku kepada pihak yang tidak berhak, tidak dilengkapi bukti setor yang sah, serta adanya indikasi penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi. “Fakta penyidikan menunjukkan adanya penyimpangan yang jelas dari ketentuan program ADIK, ” ungkap Kajari Fakfak.
Demi kelancaran proses hukum, kedua tersangka langsung menjalani penahanan selama 20 hari di Rumah Tahanan (Rutan) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Fakfak, terhitung sejak 11 hingga 30 Desember 2025. Ramandey menegaskan, penahanan ini merupakan langkah pencegahan agar tidak terjadi potensi melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya.
Atas dugaan perbuatannya, MA dan RU disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) serta Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). “Penyidik menerapkan pasal-pasal yang relevan sesuai dengan konstruksi hukum yang terbukti dalam penyidikan, ” jelas Ramandey.
Kepala Kejaksaan Negeri Fakfak juga membuka peluang adanya tersangka tambahan dalam kasus ini. “Penyidikan bersifat dinamis. Jika ditemukan peran atau keterlibatan pihak lain, tentu akan kami tindaklanjuti sesuai ketentuan, ” katanya.
Menutup keterangannya, Ramandey mengajak masyarakat Fakfak untuk memberikan dukungan penuh terhadap proses penegakan hukum yang sedang berjalan. “Kami minta masyarakat tetap tenang dan percaya bahwa penanganan perkara ini dilakukan secara transparan, profesional, dan berkeadilan bagi semua pihak, ” tutupnya. (PERS)


















































