PALANGKA RAYA - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kejati Kalteng) telah mengambil langkah signifikan dalam memberantas praktik korupsi dengan melimpahkan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan jasa internet di Kabupaten Seruyan ke Pengadilan Negeri Palangka Raya, Jumat (5/11/2025). Langkah ini menegaskan komitmen Kejati Kalteng dalam menuntaskan setiap perkara secara profesional dan berintegritas.
Dua individu yang kini menghadapi proses hukum adalah RR, mantan Kepala Dinas Komunikasi Informatika, Statistik Dan Persandian Kabupaten Seruyan yang juga menjabat sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta FIO, seorang Manager Unit Layanan dari perusahaan penyedia jasa internet.
Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kalteng, Dodik Mahendra, kedua tersangka didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diperkuat dengan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Ancaman hukuman yang lebih ringan juga menyertai, yaitu Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juga dengan pemberatan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Perkara ini berawal dari penganggaran dana oleh Pemerintah Kabupaten Seruyan pada Tahun Anggaran 2024. Dana sebesar Rp 2.469.929.000, 00 yang bersumber dari APBD Kabupaten Seruyan dialokasikan untuk pengadaan belanja jasa intranet dan internet bagi Satuan Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Seruyan.
Proses pengadaan ini, yang seharusnya menggunakan metode E-Purchasing dan bekerja sama dengan penyedia jasa internet dengan nilai kontrak Rp 2.469.925.032, diduga kuat menyimpang. Kejanggalan muncul karena jaringan fiber optik dilaporkan sudah terpasang di seluruh OPD sejak Desember 2023 dan pekerjaan selesai pada awal Januari 2024, jauh sebelum Surat Pesanan (SP) Nomor 00.3.2/34/DKISP/I/2024 tertanggal 17 Januari 2024 diterbitkan. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai aktivitas pemasangan yang dilakukan tanpa dasar kontrak yang jelas, tanpa survei lapangan, dan tanpa studi kelayakan dari Diskominfo. (PERS)

















































