MAKASSAR - Proses harmonisasi Rancangan Peraturan Bupati (Perbup) Barru tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Nomor 59 Tahun 2025 mengenai Standar Harga Satuan dan Analisis Standar Belanja, yang difasilitasi Kanwil Kemenkumham Sulsel pada Jumat (21/11/2025) lalu, menuai kritik tajam dari elemen masyarakat sipil.
Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Barru menyoroti bahwa keterlambatan penyesuaian harga satuan berpotensi membuka celah inefisiensi dan risiko korupsi.
Pemkab Barru mengakui perlunya perubahan Perbup karena adanya penyesuaian harga pasar dan munculnya kebutuhan baru yang membuat ketentuan lama "dinilai sudah tidak relevan." Namun, bagi LAKI, pengakuan ini justru menjadi lampu merah.
Ketua LAKI Barru, Andi Agus Gengkeng, dengan tegas menyatakan kekhawatiran publik.
"Sungguh ironis, perubahan harga pasar dan kebutuhan belanja sudah terjadi, tetapi regulasi acuannya baru dibahas sekarang. Ini bukan sekadar masalah administrasi, tapi masalah akuntabilitas, " ujar Andi Agus, pada Senin (24/11/2025).
Menurutnya, jika Standar Harga Satuan (SSH) yang dipakai selama ini sudah tidak relevan, itu berarti belanja daerah berpotensi besar tidak efisien, atau lebih buruk lagi, membuka peluang untuk mark-up harga.
"Pemerintah Daerah terkesan lamban merespons dinamika pasar, " ungkapnya.
Andi Agus menyoroti bahwa rapat harmonisasi yang dipimpin oleh Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan Kanwil Kemenkum Sulsel, Heny Widyawati, bersama Tim Pemkab Barru, seharusnya tidak hanya fokus pada kaidah teknis penyusunan, tetapi juga pada dampak material keterlambatan ini terhadap keuangan publik.
Ancaman Kebocoran Anggaran
Keterlambatan revisi SSH/ASB menimbulkan dua risiko utama yakni:
1. Potensi Pemborosan (Inefisiensi): Jika harga satuan yang ditetapkan ternyata lebih tinggi dari harga pasar riil (karena kesalahan proyeksi atau data usang), ini adalah bentuk pemborosan anggaran publik.
2. Potensi Korupsi (Mark-up): Jika harga satuan lama lebih rendah dari harga pasar yang sudah naik, timbul tekanan besar bagi pengguna anggaran untuk membenarkan pengeluaran di atas standar, yang sering kali dieksploitasi untuk memuluskan praktik korupsi.
Andi Agus Gengkeng mendesak Kanwil Kemenkumham Sulsel dan Pemkab Barru untuk memastikan bahwa proses harmonisasi ini tidak hanya sekadar formalitas, tetapi benar-benar menghasilkan regulasi yang pro-akuntabilitas.
"Kami mendesak agar dalam tindak lanjut penyempurnaan ini, Pemkab Barru tidak hanya menyesuaikan lampiran, tetapi juga membuka data harga pasar yang menjadi dasar penyesuaian tersebut secara transparan kepada publik, " tegas Andi Agus.
"Pernyataan Kepala Kanwil yang berharap harmonisasi ini dapat 'memperkuat pengelolaan keuangan daerah' hanya akan terwujud jika ada keterbukaan penuh. Tanpa transparansi data SSH, ruang gerak praktik curang akan semakin lebar, " imbuhnya.
Meskipun hasil pembahasan menyatakan Rancangan Perbup ini secara substantif tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, LAKI Barru menekankan bahwa legalitas formal tidak menjamin efisiensi dan bebas dari korupsi.
Publik menunggu implementasi nyata dari janji tata kelola pemerintahan yang akuntabel.








































