Optimalisasi PAD Melalui Teknologi GIS: ‘Best Practise’ di Beberapa Daerah

1 day ago 9

OPINI -   Di tengah kondisi perekonomian yang semakin menantang, Keterbatasan Transfer Dana Kedaerah dari Pemerintah Pusat dan persaingan pembangunan antar daerah. inovasi digital kini menjadi kunci utama dalam mengoptimalkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satu terobosan yang patut mendapatkan sorotan adalah pemanfaatan Geographic Information System (GIS).

Teknologi yang satu ini telah mengubah paradigma tradisional dalam pengelolaan sumber penerimaan daerah, dari sekadar mengandalkan data yang tidak terintegrasi, menjadi sebuah sistem yang mampu mengumpulkan, menyajikan, dan menganalisis data spasial secara "real time".

Dalam praktiknya, GIS memungkinkan pemerintah daerah untuk memetakan berbagai objek pajak, seperti rumah kos, restoran, hotel, dan lokasi usaha lainnya, dengan tingkat akurasi yang tinggi, baik Lokasi maupun atribut informasi yang dibutuhkan. Dengan demikian, objek yang sebelumnya tersembunyi atau belum terdata kini dapat diidentifikasi dengan cepat dan tepat. Hal ini menjadi modal utama dalam menyusun strategi pemungutan pajak yang lebih efektif, sekaligus mendeteksi adanya potensi penyimpangan atau pemungutan liar yang bisa saja terjadi.

Sebagai contoh, Kabupaten Mojokerto telah mengimplementasikan sistem inovatif GIS-El 2.0 yang membantu aparat pajak melakukan verifikasi dan pemetaan objek wajib pajak secara real time. Peta digital yang ditampilkan melalui “dashboard’ interaktif bukan hanya memudahkan dalam mengelola data, tetapi juga meningkatkan transparansi, sehingga masyarakat dan pemangku kepentingan dapat memantau kinerja penerimaan secara terbuka. Penerapan sistem seperti ini merupakan bentuk transparansi dan langkah maju yang sangat signifikan menuju kemandirian fiskal daerah.

Tidak hanya di Mojokerto, Kabupaten Maluku Tenggara juga telah menunjukkan dampak positif dari penerapan smart register yang terintegrasi dengan GIS. Smart register ini mencatat setiap transaksi di sektor usaha—mulai dari hotel, restoran, hingga terminal—dengan sistematis dan langsung terhubung ke data Bapenda. Inovasi ini, secara tidak langsung, menekan celah penyalahgunaan wewenang dan korupsi, menumbuhkan kepercayaan objek pajak serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pembayaran pajak. Hasilnya, ada peningkatan penerimaan yang signifikan, yang pada gilirannya mendongkrak ketersediaan dana bagi pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.

Di samping itu, penerapan GIS di Kota Denpasar melalui Sistem Informasi Administrasi Pajak Reklame (SIAP) telah membawa manfaat nyata. Dengan memetakan secara tepat lokasi billboard dan objek reklame lainnya, pihak pemerintah dapat mengelola sumber pendapatan dari sektor reklame dengan lebih sistematis dan mengantisipasi potensi penyimpangan. Hal ini menunjukkan bahwa digitalisasi dalam pengelolaan PAD bukan hanya soal efisiensi internal, tetapi juga tentang menciptakan sinergi antara sektor publik dan swasta untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas.

Lebih jauh lagi, pemanfaatan GIS memiliki dampak sosial yang luas. Dengan adanya basis data yang terintegrasi, bukan hanya aspek keuangan yang mendapat perhatian, tetapi juga kualitas pelayanan publik yang langsung dirasakan oleh masyarakat.

Pemerintah daerah dengan bantuan GIS dapat memetakan lokasi infrastruktur strategis, mengidentifikasi daerah-daerah yang tertinggal, dan merumuskan kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan lokal. Integrasi data dari sektor demografi, ekonomi, dan infrastruktur melalui GIS memberikan landasan yang kuat bagi pengambilan keputusan yang lebih berbasis bukti dan proaktif.

Tentunya, di balik segudang keuntungan tersebut terdapat tantangan yang harus segera diatasi. Ketersediaan data yang akurat dan terintegrasi merupakan fondasi utama agar sistem GIS dapat berfungsi secara optimal. Oleh karena itu, saya menilai sangat penting bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan investasi dalam pengukuran lapangan dan pemutakhiran basis data secara berkala.

Selain itu, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dalam mengoperasikan dan memanfaatkan teknologi GIS merupakan agenda yang tidak boleh terlewat. Pelatihan intensif dan “workshop” yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari dinas pendapatan, OPD inner pengelola pendapatan, hingga lembaga pengawas, harus digalakkan agar teknologi ini benar-benar memberikan dampak maksimal.

Penting juga untuk mendorong sinergi antar instansi yang memegang data penting—seperti data kependudukan, infrastruktur, serta data keuangan dan perencanaan—agar seluruh informasi dapat terintegrasi dalam satu sistem. Hanya dengan kolaborasi yang solid antar sektor, visualisasi data dan analisis spasial yang dihasilkan oleh GIS dapat memberikan gambaran yang komprehensif dan mendalam mengenai potensi yang ada, sehingga kebijakan yang diambil dapat lebih tepat sasaran.

Sudah saatnya setiap daerah di Indonesia , mulai mengurangi ketergantungan pada dana transfer dari pusat, melainkan menggali potensi PAD secara maksimal melalui penerapan teknologi.

Transformasi digital dengan memanfaatkan GIS harus dijadikan agenda prioritas nasional agar kemandirian fiskal dapat terwujud. Inovasi seperti GIS-El 2.0, smart register, dan SIAP telah membuktikan bahwa kemajuan teknologi dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat melalui peningkatan pelayanan dan pengelolaan keuangan yang lebih transparan.

Mari kita bersama mendorong transformasi digital di semua tingkat pemerintahan daerah. Dengan komitmen yang kuat untuk mengoptimalkan potensi sumber daya lokal melalui teknologi GIS, saya yakin Indonesia akan melahirkan daerah-daerah yang lebih mandiri, transparan, dan mampu bersaing secara nasional dalam era digital global. Transformasi ini bukan hanya soal teknologi, tetapi soal masa depan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia.

Oleh: Indra Gusnady, SE, MM (Pengamat Kebijakan Publik & Perencanaan Kota / Kepala Badan Keuangan Daerah Kabupaten Solok)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |