JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memutuskan menggugurkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Silfester Matutina, terpidana kasus dugaan penyebaran fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Keputusan ini diambil setelah hakim menilai alasan ketidakhadiran Silfester dalam sidang tidak sah.
"Dengan demikian, kami nyatakan pemeriksaan ini selesai dan gugur, " ujar Hakim Ketua I Ketut Darpawan dalam sidang PK di PN Jakarta Selatan, Rabu (27/8).
Hakim beralasan surat pernyataan dari rumah sakit yang menyatakan Silfester masih menjalani perawatan tidak dapat diterima. Sejumlah keraguan muncul dari majelis hakim terkait keabsahan surat tersebut.
"Karena apa, pertama sakitnya enggak jelas, tidak ada keterangan sakit apa, tidak seperti surat yang pertama. Kedua, dokternya juga tidak jelas. Ada paraf tandatangan tapi nama dokternya tidak jelas, " jelas Hakim I Ketut Darpawan.
Berdasarkan keterangan tersebut, hakim menyimpulkan bahwa alasan pemohon untuk tidak hadir di persidangan tidak memenuhi syarat. Dengan kata lain, Silfester dianggap tidak menggunakan haknya untuk hadir dalam proses PK ini.
Hakim menilai sikap Silfester sebagai pemohon menunjukkan ketidakseriusan dalam mengajukan permohonan PK. Ini menjadi dasar hakim untuk menghentikan seluruh proses.
"Demikian sikap dari kami, usai mendengarkan pandangan dari kedua belah pihak dan pemeriksaan permohonan peninjauan kembali ini kami nyatakan gugur, " tegas Hakim Ketua.
Sidang yang dimulai pada Rabu siang, pukul 13.00 WIB, merupakan kelanjutan dari permohonan PK terpidana Silfester. Sebelumnya, sidang PK sempat ditunda pada 20 Agustus 2025 karena alasan pemohon sakit, dengan keterangan mengalami nyeri dada dan memerlukan istirahat lima hari.
Silfester Matutina, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), terjerat kasus penyebaran fitnah terhadap Jusuf Kalla. Dugaan fitnah ini terjadi saat Silfester berorasi pada tahun 2017.
Atas perbuatannya, Silfester awalnya divonis satu tahun penjara di tingkat pertama. Putusan ini kemudian dikuatkan pada tingkat banding yang dibacakan pada 29 Oktober 2018. Namun, di tingkat kasasi, hukuman Silfester diperberat menjadi 1 tahun dan 6 bulan penjara.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung sempat digugat melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena dinilai lambat dalam mengeksekusi Silfester sebagai terpidana kasus pencemaran nama baik tersebut. (Badilum)