Rijalul Fikri: Strategi Tata Kelola Informasi Publik Provinsi Aceh

1 day ago 4

OPINI - Dalam perspektif administrasi pemerintahan, Jika Indonesia sebagai Negara mencakup 38 Provinsi, 514 Kabupaten/Kota, 7.281 Kecamatan dan 84.239 Desa/Kelurahan, maka Aceh sebagai Provinsi istimewa yang berlandaskan otonomi khusus dan berbasis syariat islam mencakup 23 kabupaten/ kota (18 kabupaten dan 5 kota), 290 kecamatan dan 6.497 desa/gampong. 

 
Dengan demikian, dalam perspektif tata kelola informasi publik yang berbasis teknologi informasi, Provinsi Aceh secara sederhana dapat dihitung secara algoritmik terdiri atas 6.810 titik badan publik (berdasarkan perhitungan 23 kabupaten/kota + 290 kecamatan + 6.497 desa/gampong), serta ribuan instansi pendukung seperti sekolah dan puskesmas yang masing-masing menjadi subjek kewajiban keterbukaan informasi sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU/14/2008).
 
Namun di dalam implementasinya, existing sistem informasi publik di Indonesia saat ini masih didominasi oleh pendekatan silo-system, di mana setiap kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah atau badan publik masih mengelola data secara terisolasi dan berdiri sendiri tanpa konektivitas dan integrasi yang memadai antar-entitas. Sebagai contoh; Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) di Kemendagri, Sistem Informasi Rencana Pembangunan Daerah (SIRPD) di Bappenas, atau platform sektoral seperti e-KTP di Dukcapil.

Kondisi ini mengakibatkan fragmentasi data nasional, duplikasi entri informasi hingga mencapai 25-30?rdasarkan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 2024, serta hambatan akses publik yang bertentangan dengan semangat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Pada tingkat provinsi seperti Aceh, silo-system ini memperburuk ketimpangan, di mana data dari dinas kesehatan, pendidikan, dan gampong sering tidak sinkron, sehingga menyulitkan pengawasan dan partisipasi masyarakat dalam tata kelola berbasis teknologi informasi.
 
Oleh karena itu, untuk mengatasi fragmentasi tersebut, Provinsi Aceh dapat mendesain pembangunan Sistem Informasi Publik Terintegrasi berbasis Hierarki Pemerintahan Provinsi, yang mencakup seluruh 23 kabupaten/kota, 290 kecamatan, dan 6.497 desa/gampong, dengan arsitektur aliran informasi publik bersifat broadcast—yaitu penyebaran data terbuka secara masif kepada masyarakat melalui portal satu pintu seperti perluasan Portal Satu Data Aceh—serta bersifat dedikatif, yaitu kanal khusus antar level pemerintahan untuk pertukaran data real-time yang aman dan terenkripsi. 
 
Dalam sistem integrasi dan interkoneksi ini, Pemerintah Provinsi dapat berperan sebagai pusat koordinasi dan kontrol, Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai jembatan penghubung ke provinsi, Pemerintah Kecamatan mendekatkan informasi kepada masyarakat, serta Pemerintahan Desa sebagai basis pengumpulan data dan informasi mikro di tingkat akar rumput.

Pendekatan ini dapat dibangun menggunakan teknologi cloud computing serta API standar nasional, sehingga akan memastikan sinkronisasi data dari Provinsi hingga Desa, mengurangi duplikasi hingga 50?rdasarkan benchmark Indeks SPBE nasional, serta meningkatkan akuntabilitas melalui mekanisme audit otomatis dan akses publik inklusif—termasuk mode offline hybrid untuk wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) serta sejalan dengan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 1 Tahun 2023 dan Perpres 39/2019.

Dalam merealisasikan visi sistem informasi publik yang terintegrasi dan terinterkoneksi ini, saya mengajak Komisi Informasi Aceh (KIA) untuk berperan strategis sebagai pengawas dan fasilitator utama, berdasarkan mandat UU-KIP dan Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2019 tentang Komisi Informasi, di mana KIA telah berhasil menangani ratusan sengketa informasi serta melakukan uji konsekuensi akses data di lebih dari 100 badan publik pada tahun 2024.

KIA dapat memimpin penyusunan standar operasional prosedur (SOP) untuk aliran broadcast dan dedikatif, mengintegrasikan pengawasan melalui dashboard monitoring real-time, serta menyelenggarakan pelatihan literasi digital bagi PPID di 6.497 gampong, sehingga mencegah potensi pelanggaran dan meningkatkan peringkat Aceh di Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) nasional menjadi yang tertinggi.

Dengan kolaborasi ini, KIA tidak hanya menjadi penjaga gerbang transparansi, tetapi juga katalisator inovasi yang selaras dengan semangat otonomi khusus Aceh, mengundang partisipasi aktif dari seluruh stakeholder untuk mewujudkan tata kelola informasi yang adil dan berbasis syariat di era digital saat ini.
 
Pada akhirnya, ini akan memperkuat perdamaian dan pembangunan Aceh pasca-MoU Helsinki, menjadikan Serambi Mekkah sebagai teladan nasional bagi tata kelola informasi yang berkelanjutan dan bermartabat.
 
Banda Aceh, 17 Oktober 2025

Ir. Rijalul Fikri adalah Direktur Eksekutif PT. Jurnalis Indonesia Satu.

Read Entire Article
Karya | Politics | | |