Bukittinggi-Aku selalu percaya bahwa persahabatan adalah tentang kepercayaan dan ketulusan. Sebuah hubungan yang dibangun di atas fondasi kejujuran, bukan kebohongan dan pengkhianatan. Namun, keyakinanku itu diuji ketika aku bertemu seseorang yang kuanggap sahabat sejati, tetapi ternyata adalah racun yang perlahan menghancurkan segalanya.
Namanya Rina. Dari awal, ia tampak seperti sosok yang sempurna sebagai teman. Ia ramah, lembut, dan selalu tampak peduli. Setiap kali aku menghadapi masalah, ia selalu ada, memberikan nasihat manis yang terasa begitu menenangkan. Aku percaya padanya. Aku berbagi rahasia dan kisah hidupku dengannya tanpa ragu sedikit pun.
Namun, perlahan-lahan, ada sesuatu yang terasa janggal. Aku mulai merasa ada jarak antara aku dan teman-teman lainnya. Percakapan yang dulu hangat kini terasa canggung. Tatapan yang dulu penuh keakraban kini berubah menjadi sinis. Aku tidak mengerti apa yang terjadi.
Suatu hari, aku bertemu dengan Sarah, teman dekat lainnya, yang wajahnya tampak penuh kemarahan. "Kenapa kamu ngomongin aku di belakang?" tanyanya dengan suara bergetar. Aku terkejut. "Apa maksudmu? Aku tidak pernah bilang hal buruk tentangmu!" balasku bingung.
Sarah tertawa sinis. "Jangan pura-pura. Rina yang cerita semua! Dia bilang kamu bilang aku itu munafik, suka cari perhatian, dan pura-pura baik di depan orang lain!"
Jantungku berdegup kencang. Ini tidak mungkin. Aku tidak pernah mengatakan hal seperti itu. "Aku bersumpah, Sarah, aku tidak pernah mengatakan itu. Kenapa aku harus ngomongin kamu seperti itu?"
Tapi Sarah menggeleng. "Rina bilang dia dengar langsung dari kamu."
Saat itu, aku mulai sadar. Aku bukan satu-satunya korban. Aku bertemu dengan teman-teman lain, dan satu per satu mereka mulai mengungkapkan cerita yang sama. Rina membisikkan kebohongan kepada semua orang, membuat kami saling mencurigai dan membenci. Ia mengadu domba kami secara perlahan, merusak persahabatan yang kami bangun bertahun-tahun.
Aku tidak bisa percaya. Bagaimana mungkin seseorang yang selalu bersikap manis ternyata memiliki hati yang begitu busuk? Bagaimana mungkin kata-kata yang terdengar begitu tulus ternyata hanyalah senjata untuk memecah belah kami?
Aku akhirnya menghadapi Rina. Dengan nada tenang namun penuh kemarahan, aku berkata, "Kenapa kau lakukan ini? Apa yang kau dapat dari menghancurkan persahabatan kami?"
Rina hanya tersenyum kecil. "Aku hanya mengatakan yang sebenarnya, " katanya tanpa rasa bersalah.
Aku tersenyum pahit. "Tidak, yang kau lakukan adalah berbohong, memutarbalikkan fakta, dan meracuni kami satu per satu."
Untuk pertama kalinya, aku melihat ekspresinya berubah. Mungkin ia tidak menyangka aku akan menghadapi dirinya. Namun, saat itu aku tahu, tidak ada gunanya berdebat dengan seseorang seperti dia.
Hari itu, aku memutuskan untuk menjauhi Rina. Aku mengumpulkan keberanian untuk berbicara dengan teman-teman lain dan mencoba menjelaskan apa yang terjadi. Butuh waktu, tapi perlahan-lahan, kebenaran mulai terlihat. Kami sadar bahwa kami telah tertipu oleh kata-kata manis yang ternyata berbisa.
Dari kejadian ini, aku belajar satu hal: tidak semua orang yang tampak baik benar-benar baik. Beberapa hanya memakai topeng, menyembunyikan niat buruk di balik senyuman palsu. Dan yang lebih penting, aku belajar untuk lebih berhati-hati dalam memilih siapa yang pantas disebut sahabat.
Karena sahabat sejati tidak akan mengadu domba. Mereka akan menjaga dan melindungi, bukan merusak dan menghancurkan.
Bukittinggi, March2025, Lindafang