Sekolah Swasta Cianjur Geram: Siswa 'Dibajak' Sekolah Negeri, Kebijakan Dedi Mulyadi Dipersoalkan

10 hours ago 6

CIANJUR - Gelombang protes mengguncang dunia pendidikan di Cianjur. Sekolah-sekolah swasta yang tergabung dalam Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, lantang menyuarakan penolakan mereka terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Kebijakan yang dimaksud adalah terkait kuota rombongan belajar (rombel) dan pengaturan jam masuk sekolah yang dinilai merugikan keberlangsungan sekolah swasta.

Ketegangan memuncak di masa penerimaan siswa baru. Ketua BMPS Kabupaten Cianjur, Muhammad Toha, mengungkapkan kekesalannya atas praktik yang dianggap tidak etis.

"Baru saja saya menerima laporan dari sejumlah kepala sekolah bahwa beberapa siswa yang sudah mendaftar ke SMK atau Madrasah Aliyah justru diambil oleh sekolah negeri yang turun langsung ke lapangan, " kata Toha kepada Kompas.com di Pendopo Bupati, Rabu (9/7/2025) petang.

Toha menilai, praktik ini berpotensi memicu konflik antara sekolah negeri dan swasta.

"Hal ini juga dikhawatirkan dapat menimbulkan friksi dan konflik horizontal antara penyelenggara sekolah negeri dan swasta karena terkesan terjadi praktik bajak-membajak siswa, " ujarnya.

BMPS Cianjur sebenarnya mendukung upaya Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS). Namun, mereka merasa tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan teknis seperti pengaturan rombel dan jam masuk.

"Bahkan dalam regulasi keputusan gubernur itu, tidak ada satu pun diksi atau kata yang menyebut sekolah swasta. Semuanya tentang (sekolah) negeri, " ucapnya.

Toha mempertanyakan keberpihakan pemerintah terhadap sekolah swasta.

"Pertanyaannya, apakah pemerintah hanya melayani sekolah yang pelat merah saja, atau juga masyarakat secara umum? Jangan ada dikotomi antara sekolah negeri dan swasta. Mari bersama-sama mengentaskan angka putus sekolah di Jawa Barat, " lanjut Toha.

Keputusan menambah kuota rombel menjadi 50 siswa per kelas juga menjadi sorotan. Toha berpendapat, kebijakan ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) yang membatasi maksimal 36 siswa per kelas.

"Jadi keputusan gubernur ini bertolak belakang dengan regulasi yang lebih tinggi, yaitu Permendiknas, " kata Toha.

Selain itu, ia mempertanyakan dasar hukum pengaturan jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB yang hanya dituangkan dalam bentuk surat edaran.

"Kalau hanya berupa edaran, apakah itu wajib diindahkan atau tidak?" katanya.

Kebijakan kontroversial ini, yang menetapkan rombel hingga 50 siswa per kelas dan jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB, digagas oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dengan tujuan menekan angka putus sekolah. Namun, dampaknya justru menuai polemik dan perlawanan dari pihak sekolah swasta yang merasa terpinggirkan dan dirugikan. Akankah ada titik temu antara pemerintah dan sekolah swasta? Pertanyaan ini menggantung di tengah panasnya perdebatan kebijakan pendidikan di Cianjur. (WartaSekolah.com)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |