Sidang Korupsi LRT Sumsel Ditunda, Terdakwa Alasan Sakit

4 hours ago 3

PALEMBANG - Perjalanan panjang mengungkap dugaan korupsi proyek Light Rail Transit (LRT) Sumsel kembali menemui hambatan. Sidang yang seharusnya menjadi momen penting untuk mendengarkan keterangan saksi harus ditunda, menyisakan rasa penasaran dan pertanyaan di benak publik.

Terdakwa dalam kasus yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp 74 miliar lebih ini, Ir Prasetyo Boeditjahjono, mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan RI, dilaporkan tidak dapat hadir di Pengadilan Negeri (PN) Palembang pada Rabu (10/12/2025) lantaran alasan kesehatan.

Seharusnya, agenda sidang hari itu adalah pemeriksaan saksi-saksi yang telah disiapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel. Namun, majelis hakim yang diketuai oleh Pitriadi SH MH, sebelum memulai persidangan, terlebih dahulu menanyakan kondisi kesehatan terdakwa.

Menanggapi pertanyaan majelis hakim, terdakwa melalui kuasa hukumnya menyampaikan bahwa dirinya merasa tidak mampu mengikuti jalannya persidangan pada hari itu. Kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk duduk dalam waktu lama menjadi alasan utama.

“Saya tidak bisa mengikuti persidangan, saya sedang sakit, ” ujar terdakwa, yang membuat suasana sidang seketika berubah.

Mendengar penjelasan tersebut, majelis hakim mengambil keputusan bijak dengan mempertimbangkan situasi kesehatan terdakwa. Sidang pun diputuskan untuk ditunda dan akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda yang sama, yakni pemeriksaan saksi-saksi.

Meskipun demikian, majelis hakim memberikan penekanan penting. Apabila kondisi kesehatan terdakwa kembali menurun atau ia berhalangan hadir secara fisik, persidangan tetap dapat dilanjutkan melalui sambungan daring atau telekonferensi. Hal ini dilakukan agar agenda pemeriksaan perkara tidak semakin tertunda.

“Sidang bisa melalui sambungan online, sehingga tidak mengganggu agenda sidang pemeriksaan perkara, ” tegas hakim.

Kasus korupsi LRT Palembang ini memang telah menyeret beberapa nama besar sebelumnya. Empat terpidana, yakni Tukijo (eks Kepala Divisi II PT Waskita Karya), Ignatius Joko Herwanto (eks Kepala Gedung II PT Waskita Karya), Septian Andri Purwanto (eks Kepala Divisi Gedung III PT Waskita Karya), dan Bambang Hariadi Wikanta (Direktur Utama PT Perencana Djaya), telah dijatuhi vonis masing-masing 4 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan.

Dalam persidangan-persidangan sebelumnya, terungkap adanya kejanggalan-kejanggalan yang mencengangkan. Keterangan saksi dari pihak Waskita Karya mengindikasikan adanya pengkondisian proyek yang dirancang sedemikian rupa. Tujuannya tak lain adalah untuk memperkaya diri sendiri dan pihak lain dengan cara mengakali sistem administrasi kontrak, demi menguasai keuangan negara untuk kepentingan segelintir pejabat yang rakus kekuasaan.

Fenomena seperti ini seharusnya menjadi refleksi mendalam bagi kita semua. Sistem yang sudah mengakar dan lemahnya mental sebagian pejabat menjadi celah besar yang terus dieksploitasi. Sekeras apapun sistem dibuat, jika mental pejabatnya tidak kuat, maka celah itu akan tetap ditemukan dan dimanfaatkan, meskipun risiko hukumnya jelas menanti.

Ironisnya, hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi di Indonesia kerap kali tidak membuat para pejabat yang haus kekuasaan dan harta menjadi jera. Hal ini berkontribusi pada kenyataan pahit bahwa Indonesia masih masuk dalam daftar negara dengan tingkat perkara korupsi tertinggi di dunia, sebuah catatan kelam yang memilukan. (PERS

Read Entire Article
Karya | Politics | | |