Syafril Dt. Rajo Api: Pilkada Langsung Tidak Selalu Efektif, Perlu Format yang Lebih Efisien dan Amanah

21 hours ago 7

AGAM — Sistem pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada langsung) yang selama ini dijalankan di Indonesia mulai mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan. Di tengah berbagai dinamika politik dan tantangan anggaran, wacana untuk mengevaluasi kembali sistem ini menguat.

Salah satu yang menyoroti isu ini adalah Syafril, SE Dt. Rajo Api, anggota DPRD Kabupaten Agam. Ia menilai sudah saatnya pemerintah dan legislatif pusat duduk bersama untuk mengkaji ulang efektivitas pilkada langsung. Menurutnya, sistem ini meski demokratis, namun tidak selalu efektif dan efisien dalam menghasilkan pemimpin daerah yang berkualitas.

“Semua sistem pemilihan kepala daerah itu baik. Tapi sekarang, kita harus jujur bertanya: mana yang paling cocok dan bermanfaat untuk kondisi kita? Yang bisa dilaksanakan secara efisien, hemat, ringkas, dan mampu menghasilkan pemimpin yang amanah, ” tegas Syafril Dt. Rajo Api, yang akrab disapa Nyiak Api, saat dimintai tanggapannya, Selasa (30/7).

Menurutnya, biaya besar yang dikeluarkan pemerintah dan para calon kepala daerah selama proses pilkada menjadi beban yang tidak kecil. Mulai dari tahapan pencalonan, kampanye, hingga pengamanan dan pelantikan, semua membutuhkan anggaran yang besar dan melibatkan banyak sumber daya.

Tak hanya itu, pilkada langsung juga tidak menjamin terpilihnya pemimpin yang bersih, kompeten, dan bebas korupsi. Bahkan, pasca pilkada seringkali muncul konflik sosial di tengah masyarakat akibat fanatisme pilihan politik yang berlebihan.

 “Kita ini bangsa besar, beragam, dan punya kultur yang khas. Jadi format pemilihan kepala daerah pun sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan, kesiapan, dan nilai-nilai yang kita anut. Kalau sistem perwakilan melalui DPRD lebih efisien dan menghasilkan pemimpin yang amanah, kenapa tidak kita pertimbangkan kembali?” ujarnya lagi.

Dalam konstitusi UUD 1945, disebutkan bahwa pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dilaksanakan secara demokratis. Namun, tidak disebutkan secara spesifik bahwa pemilihan harus dilakukan secara langsung oleh rakyat melalui TPS. Artinya, mekanisme pemilihan melalui DPRD pun masih sejalan dengan prinsip demokrasi, selama dilakukan secara terbuka dan akuntabel.

Wacana untuk kembali ke sistem pemilihan kepala daerah oleh DPRD bukanlah hal baru. Model ini pernah diterapkan di masa lalu dan dinilai memiliki sejumlah keunggulan, terutama dalam hal efisiensi anggaran dan kestabilan politik lokal.

“Yang paling penting bukan soal langsung atau tidak langsung. Tapi bagaimana proses pemilihan itu bisa menghasilkan pemimpin yang mampu mempercepat pembangunan, melayani masyarakat secara adil, dan memperkuat persatuan bangsa, ” tandas Nyiak Api.

Pemilihan kepala daerah berikutnya dijadwalkan berlangsung pada tahun 2029. Menurut Syafril, momen ini seharusnya menjadi peluang untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pilkada yang selama ini berlaku. Revisi terhadap Undang-Undang Pilkada pun sangat mungkin dilakukan melalui kesepakatan politik antara pemerintah dan DPR RI, dengan melibatkan masukan dari pakar, tokoh masyarakat, dan publik luas.

“Kalau kita ingin pemimpin yang benar-benar membawa kemajuan, maka sistemnya juga harus mendukung terciptanya itu. Kita harus berani membuka ruang diskusi demi masa depan demokrasi yang lebih matang dan bermartabat, ” tutup Syafril, SE Dt. Rajo Api.

(Lindafang/RA)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |