JAKARTA - Akselerasi pembangunan infrastruktur di luar Pulau Jawa serta realisasi program 3 juta rumah menjadi sorotan utama dalam sesi dialog Sudut Dengar Parlemen bersama Anggota Komisi V DPR RI, Ir. H. Teguh Iswara Suardi, ST., M.Sc.
Dalam kesempatan tersebut, ia menekankan pentingnya interkonektivitas antar-moda transportasi serta penguatan analisis dampak lingkungan dalam setiap proyek strategis.
Teguh menyoroti operasional kereta api di Sulawesi Selatan yang saat ini baru menghubungkan tiga wilayah, yakni Maros, Pangkep, dan Barru.
Menurutnya, investasi besar pada proyek tersebut tidak akan memberikan dampak ekonomi maksimal jika tidak terhubung dengan simpul-simpul utama transportasi.

"Jalur kereta api harus segera dikoneksikan dengan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin dan pelabuhan (Makassar New Port). Ini krusial untuk mempermudah arus logistik dan mobilitas masyarakat, " ujar Teguh.
Ia menambahkan, sistem kereta api yang efisien diharapkan mampu membentuk budaya baru bagi masyarakat, yakni budaya commuting yang tepat waktu, sekaligus efektif mengurangi kemacetan di pusat kota.
Terkait program 3 juta rumah yang diusung Presiden Prabowo Subianto, Teguh mengungkapkan adanya penyesuaian fokus guna menyelaraskan dengan kemampuan APBN.
Saat ini, pemerintah mengalokasikan sekitar 80% anggaran perumahan untuk program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau yang lebih dikenal dengan program Bedah Rumah.
Langkah ini diambil mengingat banyaknya masyarakat yang masih tinggal di hunian tidak layak. Memperbaiki rumah yang sudah ada dinilai memberikan manfaat yang lebih cepat dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dibandingkan membangun kompleks perumahan baru secara masif.
Khusus untuk generasi Milenial dan Gen Z, Teguh menyarankan pemerintah lebih fokus pada kebijakan kemudahan akses pemilikan rumah.
"Bagi anak muda, yang dibutuhkan adalah subsidi bunga atau kemudahan skema pinjaman (KPR), bukan sekadar bantuan fisik bangunan, " imbuhnya.
Sebagai seorang arsitek dan perencana, Teguh mengingatkan agar setiap pembangunan infrastruktur melewati proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang mendalam.
Ia menegaskan AMDAL tidak boleh hanya menjadi pemenuhan administrasi semata.
Ia juga menyoroti manajemen bencana, khususnya banjir yang kerap melumpuhkan jalur transportasi nasional. Teguh mengusulkan agar anggaran mitigasi bencana dan pemeliharaan lingkungan ditingkatkan hingga setara dengan anggaran pembangunan fisik seperti jalan tol.
"Kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta harus diperkuat. Kita ingin infrastruktur yang dibangun benar-benar menjadi katalisator bagi pusat pertumbuhan ekonomi baru, terutama di luar Pulau Jawa, " pungkasnya.


















































