Tekanan Publik Meningkat, Ditjen SDA Didesak Turun Evaluasi BWSS VI Jambi

3 weeks ago 22

KERINCI, JAMBI - Publik di Kerinci dan Kota Sungai Penuh kini menyoroti semakin banyak kejanggalan dalam pelaksanaan proyek-proyek Balai Wilayah Sungai Sumatera VI (BWSS VI) Wilayah Jambi. Dari pengawasan yang dinilai melemah, dugaan penyimpangan prosedur, hingga tanda-tanda mutu pekerjaan yang dipertanyakan, seluruh rangkaian ini membentuk gambaran buram yang sulit diabaikan. Warga menilai pola kejanggalan di beberapa titik menunjukkan bahwa ada persoalan sistemik yang tidak selesai hanya dengan penjelasan administratif melainkan memerlukan tindakan tegas dari pemerintah pusat.

Proyek rehabilitasi jaringan D.I. Siulak menjadi salah satu pemicu alarm publik. Praktik pengecoran yang dilakukan langsung di aliran Sungai Batang Merao dinilai sangat berisiko oleh para ahli konstruksi yang dimintai pendapat oleh warga. Beton yang bersentuhan dengan arus air dikhawatirkan gagal mengikat sempurna, membuka kemungkinan struktur melemah, dan menimbulkan potensi kerugian negara. Meski belum ada klarifikasi teknis dari BWSS VI, publik menilai bahwa metode seperti ini tidak layak dibiarkan berlangsung tanpa evaluasi mendalam.

Di Kubang, pekerjaan bronjong kembali memunculkan tanda tanya serius. Warga melaporkan indikasi visual mengenai ketidaksesuaian mutu dan penyelesaian pekerjaan yang dianggap tidak mencerminkan standar teknis. Walaupun laporan tersebut belum diuji secara forensik, publik menegaskan bahwa indikasi seperti ini cukup untuk menjadi alasan pemeriksaan terbuka—bukan justru dibiarkan menggantung tanpa jawaban.

Program P3–TGAI juga masuk dalam daftar sorotan keras. Sejumlah laporan menyebut sebagian pekerjaan justru dikerjakan pihak ketiga, bukan oleh kelompok tani pengguna air sebagaimana amanat program. Parahnya lagi, mencuat rumor adanya pemungutan fee terhadap kompok tani. Jika benar, publik menilai praktik tersebut berpotensi menghilangkan esensi pemberdayaan yang menjadi inti P3–TGAI. Di beberapa titik, hasil pengerjaan juga disebut-sebut memerlukan evaluasi mutu yang lebih serius. Bahkan laporan mengenai dugaan penyimpangan prosedur ini telah disampaikan ke Ditjen SDA.

Kegiatan OPLAH (Operasi dan Pemeliharaan) pun tak luput dari kritik. Warga menyebut beberapa pekerjaan tampak tidak merepresentasikan standar pemeliharaan sungai dan irigasi yang seharusnya. Mulai dari penanganan sedimentasi, pembersihan alur, hingga perbaikan dasar yang semestinya dilakukan secara rutin, dinilai tidak tercermin kuat di lapangan. Minimnya informasi resmi mengenai item pekerjaan dan hasil akhir OPLAH memperkuat dugaan publik bahwa pelaksanaan pemeliharaan perlu diaudit secara serius.

Berbagai dugaan mengenai lemahnya pengawasan diperburuk oleh minimnya transparansi. Hingga kini, warga mengaku kesulitan mendapatkan data dasar mengenai lokasi, progres, dokumen kegiatan, dan catatan teknis lainnya. Ketertutupan seperti ini memunculkan kesan bahwa proyek berjalan di ruang gelap yang sulit diakses publik, meskipun menggunakan anggaran negara dalam jumlah besar.

Di tengah situasi ini, isu mengenai keterlibatan oknum ASN dalam pengaturan proyek ikut mencuat. Meski belum ada bukti hukum yang menguatkan rumor tersebut, persepsi publik telah terlanjur negatif. Warga menilai bahwa isu sebesar ini tidak bisa didiamkan begitu saja, karena diamnya instansi justru memperkuat kesan bahwa mekanisme pengawasan internal sangat longgar.

Normalisasi Sungai Batang Merao juga menjadi sasaran kritik. Beberapa pihak menilai pelaksanaannya belum memperlihatkan hasil sebanding dengan anggarannya, sehingga memicu pertanyaan mengenai efektivitas pembiayaan.

Dengan semakin banyaknya kejanggalan yang dilaporkan, desakan agar pemerintah pusat turun tangan tidak dapat diabaikan lagi. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) Kementerian PUPR didesak keras melakukan evaluasi menyeluruh atas kinerja BWSS VI Wilayah Jambi. Publik menilai, tanpa langkah tegas dari pusat, persoalan di lapangan berpotensi terus berulang dan semakin merusak kepercayaan masyarakat.

Hingga berita ini diterbitkan, BWSS VI belum memberikan penjelasan atas rangkaian sorotan  mulai dari metode pengecoran di D.I. Siulak, mutu bronjong di Kubang, dugaan pelaksanaan P3–TGAI oleh pihak ketiga, kegiatan OPLAH, hingga isu menyangkut pengawasan. Keheningan ini justru menguatkan tuntutan agar dilakukan audit teknis menyeluruh guna memastikan seluruh kegiatan berjalan sesuai standar dan akuntabel.(son)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |