UNGARAN - Sebuah kisah kelam terkuak di Kabupaten Semarang, di mana seorang gadis belia berinisial SWM (18) menjadi korban tindak pidana pencabulan yang dibalut penipuan dan pemerasan. Pelaku, IH (33), warga Magelang yang menetap di Ambarawa, kini harus mempertanggungjawabkan perbuatan kejinya di hadapan hukum.
Kasus yang tercatat dalam laporan polisi nomor LP/B/114/XI/2025/SPKT/Polres Semarang/Polda Jawa Tengah, tertanggal 19 November 2025, ini akhirnya menemui titik terang berkat pengungkapan yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Semarang.
Dalam konferensi pers yang digelar Selasa (23/12/2025) di Aula Gedung Condrowulan, Mapolres Semarang. Kasat Reskrim AKP Bodia T. Lelana, S.I.K., M.H.Li., membeberkan kronologi mengerikan di balik kasus ini.
“Awalnya, korban dan tersangka berkenalan di sebuah pusat kebugaran di Bawen pada Desember 2024. Dari perkenalan itu, hubungan mereka berkembang layaknya sepasang kekasih, ” jelas AKP Bodia.
Namun, kedekatan itu berujung petaka. Pada Januari 2025, tersangka mengajak korban menginap di sebuah hotel di kawasan Bandungan. Di sanalah, momen intim terjadi. Ironisnya, tersangka diam-diam merekam peristiwa tersebut.
“Rekaman video intim itulah yang kemudian menjadi senjata tersangka untuk memeras korban, ” ungkap AKP Bodia dengan nada prihatin.
Selama delapan bulan berikutnya, IH terus meneror SWM dengan rekaman video tersebut. Puncaknya, ketika korban ingin mengakhiri hubungan, tersangka justru menuntut uang sebesar Rp200 juta. Ancaman penyebaran video intim menjadi alat tekanan yang keji.
Titik terang kasus ini muncul berkat kecurigaan paman korban. Pada Selasa (18/11/2025), sang paman melihat keponakannya bersama tersangka. Ia memutuskan untuk membuntuti keduanya hingga ke Hotel Fieda di Bandungan.
Setelah memastikan SWM berada di dalam kamar bersama IH, sang paman segera melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian.
Kini, IH dijerat dengan pasal berlapis. Ia terancam hukuman berat berdasarkan Pasal 81 ayat (2) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yang diperkuat dengan Pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014. Tak hanya itu, Pasal 6 huruf c juncto Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga menjeratnya. Ancaman hukuman maksimal bisa mencapai 15 tahun penjara, disertai denda Rp5 miliar.
Zainal Abidin Petir, kuasa hukum korban, menyatakan keprihatinannya yang mendalam. Ia menyoroti dampak luar biasa yang dialami keluarga korban, yang berprofesi sebagai petani, baik secara materiil maupun psikologis.
“Perbuatan tersangka benar-benar melampaui batas kemanusiaan. Kami mendesak hukuman maksimal, bahkan termasuk kebiri kimia, agar menjadi efek jera bagi pelaku kejahatan serupa, ” tegas Zainal.
Ia juga mengkhawatirkan adanya korban-korban lain di Kabupaten Semarang yang mungkin enggan melapor karena rasa malu dan takut aib mereka terbongkar.
Zainal mengimbau seluruh masyarakat, terutama para orang tua, untuk meningkatkan kewaspadaan dan pengawasan terhadap anak-anak.
“Kejahatan seperti ini harus diberantas tuntas demi melindungi generasi muda dari ulah pelaku yang tidak bertanggung jawab, ” pungkasnya. (Wartabhayangkara)









































