SUMUT – Kasus penipuan bermodus meloloskan calon siswa masuk Akademi Kepolisian (Akpol) yang menelan kerugian hingga Rp1, 35 miliar memasuki babak akhir. Namun, vonis ringan terhadap terdakwa utama Nina Wati justru memantik tanda tanya dan kekecewaan publik.
Dalam sidang yang digelar secara virtual di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Labuhan Deli, Rabu (30/7/2025), Majelis Hakim yang diketuai David Sidik Harinoean Simaremare menyatakan Nina Wati bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara hanya selama 1 tahun, jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta 2 tahun.
Nina Wati bersama oknum anggota Polri berpangkat Ipda Supriadi diketahui menipu korban bernama Afnir alias Menir sejak pertengahan 2023. Mereka menjanjikan jalan pintas agar anak korban bisa lolos menjadi anggota Polri, dengan iming-iming “jalur sisipan” dan “jatah kosong” dari calon yang gugur.
Korban yang percaya menyerahkan uang secara bertahap hingga Rp1, 35 miliar. Bahkan, beberapa transaksi terjadi langsung di rumah Nina Wati, disertai kwitansi bermaterai yang menjanjikan pengembalian uang jika tidak berhasil.
Sementara itu, Supriadi yang merupakan anggota Polri aktif justru disebut sebagai otak dari kejahatan ini. Ia memperkenalkan korban kepada Nina dan mengatur strategi penipuan.
Dalam berkas terpisah, Supriadi sebelumnya divonis 3 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Medan, setelah vonis awal hanya 1 tahun. Tak terima, Supriadi kini mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
“Supriadi sebagai aparat seharusnya menjadi pelindung masyarakat, bukan menipu dan mencoreng institusi, ” tegas JPU Surya Siregar.
Dalam putusannya, hakim menganggap tindakan Nina dipicu oleh keinginan korban sendiri. Hal itu menjadi alasan pemberian vonis ringan, ditambah fakta bahwa Nina telah mengembalikan Rp500 juta, bersikap sopan, serta sedang menderita sakit parah.
Namun, publik mempertanyakan logika pertimbangan tersebut. “Kalau korban ingin cepat, apakah pelaku jadi boleh menipu? Ini preseden buruk, ” komentar salah satu pengamat hukum.
Baik JPU maupun kuasa hukum Nina Wati menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut, membuka peluang banding dari kedua belah pihak.
Sementara itu, proses kasasi Supriadi terus berjalan di MA. Kasus ini pun kembali membuka luka lama soal mafia rekrutmen Polri yang selama ini menjadi rahasia umum namun jarang terbongkar ke permukaan.
Sidang Militer
Sebelumnya, Al Hadid telah dituntut oleh orditur dengan pidana penjara selama 1 tahun 3 bulan. Ia didakwa berdasarkan Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Tadi dia sudah diputus dengan pidana penjara 10 bulan dan dipecat dari dinas militer, " ujar Slamet.
Pantauan di ruang sidang Sisingamangaraja, sidang tersebut dibuka oleh Mayor Indra Gunawan sebagai Ketua Majelis Hakim, yang ditemani dua hakim anggota, yakni Mayor Wiwid Ariyanto dan Mayor Iskandar Zulkarnaen.
Selain itu, turut hadir Mayor Tecki selaku orditur serta dua penasehat hukum terdakwa.
Al Hadid adalah terdakwa kasus penipuan terhadap calon siswa TNI, di mana ia menjanjikan kelulusan kepada korban dengan imbalan sejumlah uang.
Saat itu, Al Hadid bekerja di Yonif 122/Tombak Sakti di Siantar.
"Terdakwa ini melakukan penipuan dalam rekrutmen TNI. Dia menjanjikan kelulusan kepada calon siswa TNI, " ujar Juru Bicara Pengadilan Militer Medan, Kapten Slamet Widodo, saat diwawancarai usai persidangan, Jumat (13/6/2025).