YALIMO - Sebuah kisah keberanian sekaligus ketulusan kemanusiaan lahir dari peristiwa kerusuhan di Kampung Elelim, Kabupaten Yalimo. Kerusuhan yang dipicu isu SARA pada Rabu (17/9/2025) sempat membuat situasi mencekam. Di tengah ancaman panah beracun dan lemparan bom molotov, enam prajurit TNI berdiri tegak melindungi guru serta warga yang terjebak di sebuah bangunan, hingga akhirnya berhasil mengevakuasi mereka dengan selamat.
Menurut kesaksian warga, massa yang tidak terkendali mengepung bangunan tempat sejumlah guru dan masyarakat berlindung. Serangan brutal menggunakan panah beracun dan molotov mengakibatkan beberapa orang mengalami luka bakar dan luka tembak panah. Dalam situasi genting itu, enam prajurit TNI memilih untuk tidak membalas dengan kekerasan. Sebaliknya, mereka menjadikan tubuh mereka sebagai perisai untuk melindungi warga sipil.
Perlindungan di Tengah Ancaman
Tindakan heroik para prajurit ini membuka jalan evakuasi hingga seluruh guru dan warga berhasil diselamatkan dari kepungan massa. Sikap profesional TNI yang tidak terpancing untuk bertindak represif mendapat apresiasi luas dari masyarakat setempat.
Kepala Distrik Elelim, Lukas Kepno, menegaskan bahwa tanpa kehadiran aparat, jumlah korban bisa jauh lebih banyak.
“Kami menyaksikan sendiri bagaimana prajurit menjaga kami di tengah situasi genting. Mereka tidak membalas serangan dengan kekerasan, justru melindungi guru dan warga agar tetap selamat. Itu adalah tindakan yang sangat manusiawi dan patut dihargai, ” ujarnya.
Hal senada disampaikan perwakilan guru SD Negeri Elelim, Maria Matuan, yang menjadi saksi langsung penyelamatan tersebut.
“Kami benar-benar ketakutan saat massa mengepung. Panah berterbangan, kaca jendela pecah karena molotov, dan kami tidak tahu harus bagaimana. Enam prajurit TNI datang melindungi kami. Mereka berdiri di depan pintu, menenangkan kami, dan akhirnya membawa kami keluar dengan selamat. Kami merasa benar-benar dijaga, ” ungkapnya dengan suara bergetar.
Pesan Damai dari Elelim
Peristiwa di Elelim menjadi pengingat bahwa isu SARA masih rawan dijadikan pemicu konflik di Papua. Namun, di balik tragedi itu, sikap tenang dan kemanusiaan prajurit TNI membuktikan bahwa aparat tidak hadir untuk menebar kekerasan, melainkan menjaga nyawa rakyat.
Kisah enam prajurit yang memilih berdiri sebagai perisai hidup demi keselamatan guru dan masyarakat menjadi bukti nyata bahwa semangat kemanusiaan lebih kuat daripada amarah. Tindakan ini bukan hanya menyelamatkan puluhan nyawa, tetapi juga menjadi pesan kuat bahwa Papua membutuhkan kedamaian, bukan pertikaian.
Salam Damai Papuaku.
(APK/RED1922)