Absurditas Putusan MK Pada PHPU Kabupaten Serang

1 month ago 22

Penulis : Yahdil Adbi Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) 

PANDEGLANG, - Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU)No.70 PHPU.BUP-XXIII/2025 pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabuten Serang yang pada pokoknya memutuskan bahwa dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Pemilukada Kabupaten Serang, karena telah terjadi pelanggaran yang bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM).

Pertanyaannya, apa yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim MK dalam memutus PSU Kabupaten Serang? Setelah membaca Putusan No. 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 tersebut, penulis menilai beberapa absurditas dalam pertimbangan Majelis Hakim MK yang melandasi Putusannya. Beberapa hal yang merupakan absurditas dalam putusanMajelis Hakim Mahkamah Konstitusi tersebut:

1. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi sama sekali tidak mempertimbangkan argumentasi dan fakta yang disampaikan oleh Termohon (dalam hal ini KPU Kabupaten Serang), keterangan, argumen, dan fakta yang dikemukakan oleh Bawaslu, dan dalil-dalil bantahan yang disampaikan oleh pihak terkait;

2. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi telah salah dalam mempertimbangkan unsur "Terstruktur" dalam pelaksanaan Pemilukada Kabupaten Serang, yang salah satunya berlandas pada acara Rakercab APDESI Kabupaten Serang. Bahwa acara Rakercab APDESI tersebut diselenggaran pada tanggal 3 Oktober 2024, sebelem Yandri Susanto diangkat dan dilantik sebagai Mendes PDT.

Bahkan pada saat itu, mungkin, Yandri pun tidak/belum tahu akan menjadi Mendes PDT, bahkan jabatannya sebagai Wakil Ketua MPR RI pun sudah berakhir pada 30 September 2024. Sehingga pertimbangan "Terstruktur" yang melandaskan pada Rakercab APDESI menjadi absurd sebagai dasar pertimbangan Majelis Hakim MK dalam putusan pelanggaran Pemilukada Kabupaten Serang.

3. Majelis Hakim MK terlalu mengikuti alur dalil-dalil Pemohon yang memaksakan seakan-akan ada suatu “rangkaian peristiwa“ yang sebenarnya tidak berhubungan antara satu dengan yang lain, dan sebenarnya bukan merupakan suatu “rangkaian peristiwa“ dalam konteks Pemilukada Kabupaten Serang.

Penggunaan Kop Surat Kementerian Desa dan PDT, telah diklarifikasi sebelumnya oleh Yandri Susanto, bahwa itu merupakan kesalahan administratif, Yandri sudah menjelaskan dan sudah meminta maaf atas kejadian tersebut, pun tema acaranya sangat jelas: Haul Ibunda Yandri Susanto, tasyakuran, dan peringatan hari santri; undangan yang datang pun sudah diklarifikasi, tidak hanya berasal dari Kabupaten Serang, tapi dari berbagai daerah dan dari berbagai profesi pun ikut hadir, sehingga jelas tidak ada kaitannya dengan Pemilukada Kabupaten Serang.

Jadi acara Haul Ibunda yandri Susanto, tasayakuran, dan peringatan hari santri tersebut tidak layak dikategorikan sebagai suatu "kejadian khusus" dalam kaitannya dengan Pemilukada Kabupaten Serang.

4. Majelis Hakim MK melakukan pertimbangan yang kontradiktif atas adanya tuduhan keterlibatan Aparat Penegak Hukum (APH). Disatu sisi, Majelis Hakim MK menyatakan tidak memiliki kewenangan untuk menilai adanya ketidaknetralan APH dalam peristiwa yang dituduhakan oleh Pemohon, namun disisi lain Majelis Hakim menjadikan peristiwa yang dituduhkan Pemohon atas ketidaknetralan APH sebagai pertimbangan sebuah "rangkaian peristiwa" yang mempengaruhi hasil Pemilukada Kabupaten Serang, sehingga terlihat ketidakkonsistenan Majelis Hakim MK dalam mempertimbangakan dan memutus perkara a quo.

Seharusnya, jika Majelis Hakim MK berpendapat dan menyatakan dalam pertimbangannya tidak memiliki kewenangan untuk menilai peristiwa terkait APH, maka secara konsisten harus menolak dalil-dalil peristiwa yang dikemukakan Pemohon terkait ketidaknetralan APH. Maka sebenarnya tuduhan ketidaknetralan APH tidak merupakan "rangkaian peristiwa" atau tidak merupakan suatu "kejadian Khusus".

5. Dalam peristiwa Kunjungan Kerja Yandri Susanto sebagai Mendes PDT, sudah merupakan kewajaran dan kewajiban apabila selaku Mendes PDT melakukan kunjungan ke desa dalam konteks desa yang memerlukan perhatian untuk mendukung kebijakan Presiden Prabowo. Mendes PDT Yandri Susanto pun tidak hanya melakukan kunjungan ke desa yang ada di Kabupaten Serang saja, jejak digital menunjukkan dan membuktikan bahwa Mendes PDT Yandri Susanto juga mngunjungi banyak desa di seluruh Indonesia pada masa-masa awal menjabat sebagai Mendes PDT. Juga merupakan sebuah kewajaran apabila ada desa di Kabupaten Serang dikunjungi oleh Mendes PDT Yandri Susanto, dimana Kabupaten Serang merupakan daerah terdekatr dari domisili Mendes PDT Yandri Susanto. Kunjungan Kerja Mendes PDT di desa Kabupaten Serang seakan-akan dipaksakan sebagai suatu "rangkaian peristiwa" yang dikait-kaitkan dengan Pemilukada Kabupaten Serang. 

6. Kontradiksi pertimbangan Majelis Hakim MK juga terjadi pada penilaian atas pemberian dukungan Kepala Desa. Di satu sisi Majelis Hakim MK menyatakan bahwa tidak terbukti ada kaitan antara dukungan para Kepala Desa dengan Pihak Terkait (Paslon nomor urut 2), namun disisi lain Majelis Hakim MK menilai peristiwa dukungan beberapa Kepala Desa tersebut sebagai sebuah "rankaian peristiwa" yang menguntungkan Pihak Terkait.

Bagaimana mungkin Majelis Hakim MK menyederhanakan sebuah video dukungan Kepala Desa kepada Phak Terkait dengan perolehan hasil suara? Apakah ada pembuktian atau bukti yang menunjukkan bahwa para Kepala Desa yang dalam video memberikan dukungan tersebut kemudian memaksa dan/atau menyuruh dan/atau mengarahkan secara langsung masyarakat desanya untuk memilih Paslon Ini. 2?? Padahal tidak ada sama sekali adanya bukti yang mengaitkan video dukungan para Kepala Desa tersebut dengan pemaksaan hak memilih masyarakat di Kabupaten Serang.

Maka, Majelis Hakim MK telah berasumsi dalam mempertimbankan putusannya terkait adanya video dukungan beberapa Kepala Desa. Bawaslu sendiri sudah menjelaskan, bahwa video dukungan beberapa Kepala Desa tersebut telah melanggar UU 6/2014 Tentang Desa, karena tidak terbukti ada kaitan antara video pemberian dukungan para Kepala Desa kepada Pihak Terkait (Paslon No. 2) dengan kebebasan hak memilih masyarakat.

7. Majelis Hakim MK sama sekali tidak mempertimbangkan bukti-bukti pelanggaran yang dituduhkan Pihak Terkait yang diduga dilakukan oleh Pemohon (Paslon No. 1). Seharusnya Majelis Hakim MK melakukan peradilan uang berimbang terhadap para pihak dalam perkara a quo, dengan juga mempertimbangkan dalil-dalil yang disampaikan Para Pihak, termasuk Pihak Terkait yang juga mendalilkan bahwa Pemohon melakukan pelanggaran pemilukada Kabupaten Serang.

Sepanjang penulis baca dalam pertimbangan putusan perkara a quo, tidak ada sema sekali Majelis Hakim MK mempertimbangkan dalil-dalil Pihak Terkait soal dugaan pelanggaran Pemilukada yang dilakukan oleh Pemohon (Paslon No. 1).

Dengan demikian Putusan Majelis Hakim MK tersebut absurd terkandung beberapa kontradiksi dalam pertimbangannya dalam kaitan peristiwa yang diakui oleh Majelis Hakim MK sendiri tidak terbukti, namun tetap dipertimbangkan hanya berlandaskan asumsi semata, dimana hal tersebut telah berakibat pada ketidakadilan dalam memutus suatu perkara.

Dengan adanya kontradiksi, asumsi, yang tidak ada kaitan langsung dengan Paslon No. 2, maka tidak ada sebuah "rangkaian peristiwa" yang menggambarkan telah terjadinya pelanggaran TSM.

Sangat wajar apabila kita bertanya-tanya, apa sebenarnya yang menjadi landasan Majelis Hakim MK memutuskan PSU di Pemilukada Kabupate Serang??***

Read Entire Article
Karya | Politics | | |