Aksi Rabu Bersih di Barru: Antara Jargon Gotong Royong dan Solusi Infrastruktur yang Terabaikan

3 weeks ago 13

OPINI - Gerakan Cinta Barru (GCB) yang dicanangkan oleh Bupati Barru, Andi Ina Kartika Sari, melalui program Aksi Rabu Bersih adalah sebuah inisiatif yang patut diapresiasi dari segi niatnya, menumbuhkan rasa cinta daerah, menjaga kebersihan, dan yang paling penting, melakukan mitigasi bencana banjir dengan membersihkan saluran drainase. 

Namun, sebuah program yang baik harus dievaluasi tidak hanya dari niat, tetapi juga dari efektivitas implementasi dan transparansi anggarannya.

Tantangan Efektivitas: Gotong Royong sebagai Solusi Permanen?

Fokus utama GCB, yakni Aksi Rabu Bersih, yang menginstruksikan seluruh elemen masyarakat untuk membersihkan drainase setiap Rabu pagi, memunculkan pertanyaan kritis mengenai keberlanjutan dan dampak jangka panjang.

Sifat Insidental vs Struktural

GCB mengandalkan semangat gotong royong dan kesadaran kolektif. Meskipun ini adalah nilai luhur, menjadikan gotong royong sebagai pilar utama penanganan sampah dan drainase berisiko mengubah solusi struktural menjadi kegiatan insidental.

Masalah kebersihan dan banjir, terutama di wilayah perkotaan, seringkali disebabkan oleh buruknya sistem pengelolaan sampah terpadu, minimnya infrastruktur drainase yang memadai, dan kurangnya penegakan hukum terhadap pembuang sampah sembarangan. 

Aksi bersih mingguan mungkin hanya membersihkan permukaan tanpa menyentuh akar permasalahan.

Keberlanjutan dan Pengawasan

Berapa lama semangat gotong royong ini akan bertahan? Keterlibatan ASN, sekolah, dan dunia usaha diikat oleh surat edaran. Namun, untuk masyarakat umum, motivasi dapat memudar seiring waktu. 

Tanpa mekanisme pengawasan dan evaluasi yang ketat dan berkelanjutan (seperti target pengurangan volume sampah drainase atau penurunan titik genangan), program ini dikhawatirkan hanya menjadi euforia sesaat yang berakhir setelah musim hujan lewat.

Peran Pemerintah Daerah 

Program ini terkesan sangat melimpahkan tanggung jawab pembersihan drainase kepada masyarakat dan instansi vertikal.

Pertanyaannya, sejauh mana Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pekerjaan Umum, diperkuat anggarannya untuk melakukan pembersihan dan pemeliharaan drainase yang lebih berat dan terstruktur, yang memang menjadi tugas pokok mereka?

Kebutuhan Transparansi Anggaran dan Dampak Ekonomi

Meskipun GCB terlihat seperti program low-cost karena mengandalkan tenaga kerja sukarela (ASN dan masyarakat), program sebesar ini pastinya tidak sepenuhnya bebas biaya.

Anggaran Non-Fisik

Jika program ini hanya berfokus pada himbauan dan mobilisasi, anggaran mungkin dialokasikan untuk pembuatan surat edaran, sosialisasi, alat-alat kebersihan dasar (jika disediakan), hingga biaya monitoring dan evaluasi. 

Transparansi mengenai alokasi dana-dana non-fisik ini penting untuk menghindari anggapan bahwa program ini hanya merupakan pencitraan politik.

Biaya Kesempatan (Opportunity Cost)

Aksi Rabu Bersih yang dilakukan selama dua jam (07.30–09.30 WITA) sebelum jam kerja resmi, meski menggunakan waktu luang, tetap memiliki biaya kesempatan. 

Waktu ASN, guru, dan pegawai BUMN/BUMD yang tersita untuk membersihkan drainase dapat dianggap sebagai jam kerja yang seharusnya dialokasikan untuk tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) mereka.

Perlu dikaji apakah manfaat dari pembersihan drainase secara kolektif ini lebih besar daripada kehilangan waktu produktif OPD dalam melayani masyarakat.

Investasi Infrastruktur 

Untuk penanganan banjir yang efektif, GCB harus didukung oleh investasi anggaran yang signifikan pada perbaikan dan pembangunan infrastruktur drainase yang rusak atau tidak memadai. 

Tanpa investasi fisik ini, aksi bersih hanya akan menjadi upaya sementara pada sistem yang sudah usang. Anggaran daerah harus secara jelas menunjukkan keseimbangan antara upaya mobilisasi (GCB) dengan upaya perbaikan struktural (infrastruktur).

Kesimpulan dan Rekomendasi
GCB adalah langkah awal yang baik untuk menumbuhkan kesadaran kolektif. Namun, agar program ini benar-benar efektif dan tidak hanya menjadi jargon tanpa dampak jangka panjang, Pemerintah Kabupaten Barru perlu:

Integrasi Struktural

Mengintegrasikan semangat GCB dengan program pengelolaan sampah dan pemeliharaan drainase OPD yang memiliki anggaran dan target kerja yang jelas, bukan hanya mengandalkan partisipasi masyarakat.

Transparansi Anggaran

Mempublikasikan secara detail alokasi anggaran yang secara langsung atau tidak langsung digunakan untuk mendukung GCB dan langkah-langkah mitigasi banjir struktural.

Indikator Kinerja Jelas

Menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang terukur, seperti penurunan jumlah titik genangan, penurunan kasus penyakit berbasis lingkungan, atau persentase pengurangan sampah di drainase, untuk membuktikan efektivitas program.

Tanpa perbaikan struktural dan transparansi anggaran yang memadai, GCB berisiko hanya menjadi ritual mingguan yang menghabiskan waktu, tanpa mampu menjawab tantangan lingkungan dan mitigasi bencana Barru secara fundamental.

Barru, 18 November 2025

Penulis : Ahkam (Jurnalis barruwarta.co.id)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |